Wednesday, December 24, 2014

Cinta itu Mengikhlaskan


Reina melangkahkan kakinya memasuki ruangan kelas yang akan digunakan untuk rapat. Perlahan dia buka daun pintunya, suasana ramai mulai tertangkap di dalamnya, maklum hari ini ada agenda rapat tahunan untuk pengurus baru himpunan mahasiswa satra indonesia. Wajah – wajah yang sudah dia kenal setahun belakangan ini berbaur dengan wajah-wajah anggota baru dan beberapa wajah senior di ujung ruangan yang sedang sibuk berdiskusi.

“Rei, sini lo. Anjirr ditungguin dari tadi juga malah baru dateng” Suara dari Andre terdengar nyaring di pojok kiri.

“ Oi, sorry Dre. Gua tadi berangkat langsung dari Bekasi, maklumlah Bekasi ke Depok kan jauh” ujar Reina membela dirinya.

“oh iya, planet sih ya rumah lo mah, jadi perlu berjam-jam buat sampe ke sini”
Reina buru-buru mencubit lengan Andre agar membuatnya diam “berisik lo, planet-planet juga rumah gua, lu ngarepkan biar bisa kerumah gua” ujarnya sewot


“dihhh siapa juga yang ngarep, enak aja lo”

“Dre, gua gapapa nih?”

Seorang pria bertubuh tinggi dengan badan yang sedikit berisi tiba-tiba datang diantara kami dan langsung menarik kursi seolah ikut bergabung. Reina memperhatikannya dengan seksama, seolah dunianya sedikit terserap dengan kedatangan tamu baru tersebut.

“enggak ko Dan” ucap Andre menjawab pertanyaan sebelumnya. Dan menepuk bahu Reina secara mendadak.“woy, lu malah bengong lagi, awas ada ayam mati gara-gara lu bengong”

Reina yang tidak siap dengan tepukan spontan itu mendadak terlonjak “eh enggak, sembarangan lu, kamprett”.

Andre yang melihat reaksi dari Reina langsung tertawa terbahak-bahak “kalo mau kenalan tuh bilang, nih Rei kenalin sahabat gua dari SD yang sering gua ceritain ke lo namanya Wildan Satriawan dia beda jurusan sama kita, dia jurusan Arsitektur”

Wildan langsung mengulurkan tangannya ke arah Reina “hei, Wildan” tak lupa senyum simpul dia berikan seusai pengucapan kata

“hey juga gua Reina Novita, salam kenal ya” sambil membalas uluran tangan yang diberikan oleh Wildan sambil tersenyum simpul.

            Perkenalan singkat serta sosok Wildan yang good looking cukup membuat Reina untuk penasaran dan berharap bisa terjadi interaksi diantara mereka berdua. Reina cukup memutar keras otaknya bagaimana caranya agar dia bisa berkomunikasi dengan Wildan tanpa melibatkan Andre. Reina belum cukup mental untuk bisa menerima celotehan iseng nan jahil dari mulut Andre teman dekatnya. Tiba-tiba dia teringat akan media social, di fikirannya di zaman secanggil ini tidak mungkin seseorang tidak memiliki satu akun pun di media social, pilihan pertamanya jatuh pada twitter dimasukkannya nama Wildan di kolom pencarian dan akhirnya dia menemukannya tapi sayang dia terakhir kali memposting twitter satu tahun yang lalu.

           Reina mulai kesal karena di media social Wildan sangat jarang memposting atau mengupdate. Hingga akhirnya Reina mulai membuka pathnya mencoba menscroll up maupun menscroll downnya berharap ada keajaiban, dan sepertinya dewi fortuna sedang berpihak pada Reina, dikolom seen akunnya Andre ada akun yang sedang dia cari-cari hari ini Wildan Satriawan, buru-buru dia mengklik untuk meminta pertemanan padanya. Tanpa waktu lama permintaan itu di accept oleh Wildan.

            Berhari –hari bahkan berminggu-minggu Reina sudah memiliki salah satu akun media social aktif dari Wildan, namun Reina tidak juga kunjung memiliki keberanian untuk menyapanya. Dia hanya mampu terdiam memandangi berharap Wildanlah yang terlebih dahulu membuka ruang interaksi padanya. Penantiannya seperti menanti gajah yang sedang diet, lama dan memiliki kemungkinan yang sangat kecil.

            Sebulan telah berlalu sejak Reina berteman path dengan Wildan, dan belum ada perubahan sama sekali, layaknya dua orang yang berpapasan dijalan saling melihat tanpa saling menyapa. Hingga akhirya handphone Reina yang berganti baru, dia menyebarkan pinnya ke semua akun media socialnya, dan dia membiarkannya hingga permintaan pertemanannya menumpuk baru dia terima. Dan dia sendiri memilih untuk melanjutkan membaca novel.

“tring tring tring” blackberrynya tidak berhenti berbunyi dari lima belas menit yang lalu. Dengan perlahan Reina mengambilnya dan melihat siapa saja yang sudah mengirimkan permintaan berteman padanya. Hingga tibalah dia disatu nama yang tertulis di sana “Wildan Satriawan”. Jantungnya seolah berhenti saat itu juga, Reina buru-buru berteriak senang sambil meloncat-loncat diatas kasurnya, akhirnya ada takdir yang membuatnya terhubung dengan Wildan. Entah keberanian dari mana akhirnya dia memulai melakukan chat via bbm dengan Wildan.

  •  Cie ngeinvite gua juga lo (send)  


Selesai chat itu dikirim buru-buru BBnya dia letakkan terbalik, Reina berani untuk melihat apakah chat itu akan terbalas. Hingga akhirnya BB itu berdering kembali dan nama Wildan kembali yang ada di layar handponenya

  •       Iseng doang gua mah, abis ada yang ngeshare pin gitu di path
  •       Sialan lo ya, HP gua ganti makanya gua ngeshare pin ke temen2 deket gua Dan (sent)
  •       Ohhh gitu, sok artis amat ya lo. Hahahah
  •     Ga gitu juga -_- (sent)

Chat percakapan itu tidak lagi dibalas oleh Wildan, dan Reina pun memaklumi tidak ada topik percakapan yang membuatnya seru. Tapi setidaknya sudah ada sedikit kesempatan untuk bisa dekat dengannya. Dan hal ini harus dia sembunyikan dari Andre.

***

Hari ini Reina memilih untuk menunggu hujan di kedai kopi yang terletak di dalam perpustakaan kampusnya. Dia memilih duduk di sisi yang langsung menghadap ke arah danau kampus. Tangannya menimbang – nimbang handphonenya untuk melakukan kegiatan sambil menununggu hujan hingga terdegar seseorang menyapanya.

“Reina? Reina kan? Ngapain lo sendirian disini?”

Reina menengokkan kepalanya ke arah suara yang menyapanya “eh elo Dan, ini lagi nungguin hujan. Males gua kalo harus balik hujan-hujanan” jawabnya sambil sedikit terkekeh menyembunyikan perasaannya yang senang.

“oh yaudah sini gua temenin, kasian kaya jomblo”

“ehh sialan! Gua ga sehina itu kali udah lu sana deh, samanya kaya Andre bisanya ngeledekin doang” jawab Reina sambil bersungut-sungut

“hahahaha bercanda Rei. Serius-serius amat sih jadi orang. Tar muka lu tua baru tau rasa deh”

Percakapan kecil nan menyenangkan itu mengalir begitu saja celotehan Wildan yang mampu membangun suasana membuat seolah Reina sedang berada di ruang kedap udara dimana hanya ada mereka berdua. Tawa yang selama ini Reina rindukan dari dirinya sendiri mampu memuncak dan keluar secara bebas saat bersama Wildan. Dan saat itu juga dia merasakan sesuatu yang bergerak dalam tubuhnya dan semudah itu dia jatuh cinta pada sosok Wildan.
         
     Hari-hari Reina kini bisa berwarna kembali, Wildan mampu membuatnya menjungkir balikkan semua moodnya, dia mampu membuatnya kesal dan mendadak senang seolah sedang meminum ekstasi membuatnya ketagihan dan melambung terbang ke awan. Perubahan sikap Reina yang mendadak menjadi lebih ceria membuat suatu pertanyaan besar kepada Andre yang akhirnya membuatnya memutuskan untuk bertanya langsung saat mereka bertemu di ruang kuliah.

“pssstttt kiewww” Andre memanggil pelan Reina yang sedang asik tersenyum-senyum sendiri di layar handphonenya “Reii..”

Reina buru-buru tersadar dan menyauti panggilan dari Andre “Apa sih Dre, bicikk tau ga”

“lo yang kenapa? Lagi seneng ga bagi-bagi. Giliran sedih aja lu baru inget gua.”

“yaampun Dre, ga gitu. Belum saatnya aja ko lu tau soal ini, nanti kalau udah saatnya lu bakalan gua kasih tau deh” Ucap Reina sambil menampilkan wajah yang dibuat-buat sedih

“hahahha muka lu ga enak. Emang apaan sih? Lu lagi ngebujuk bokap buat jalan-jalan lagi ke Swiss?”

“enggak” Reina buru-buru menjawab sambil tersenyum dan menggeleng cepat.

“trus apa dong? Cerita woy!”

“ga mau, nanti lu bawel lagi hihhh”

“wah tau nih gua, lagi deket sama siapa lu? sini gua liat” Andre langsung mengambil tindakan untuk merebut handphone Reina dari tangannya.

Beruntung Reina cepat untuk menyelamatkan handphonenya sebelum sempat terampas oleh Andre “iyaa iyaa nanti cerita tapi janji jangan bawel lo ya! Awas aja lo bawel!”

“iyaaa, rahasia bener kayanya. Jangan-jangan lu deket sama Wildan ya?”

Zleb tebakan itu langsung tepat, namun Reina cepat-cepat menguasai keadaan agar gerak tubuhnya tidak terbaca oleh teman dekatnya tersebut. “enggak, so tau lu. Kakak kelas sih tapi lu kenal ko Dre. Udah nanti abis MK ini gua ceritain di danau ya”

***
            Hampir setengah jam mereka sudah duduk di depan danau namun tidak ada satupun yang memulai percakapan terlebih dahulu. Reina tetap asik dengan dunianya sedangkan Andre yang dari tadi memperhatikannya mulai kesal dan membuka percakapan.

“jadi lu mau cerita apa sih Rei? Siapa lagi cowok yang lagi deket sama lu”

Reina menggerakkan ekor matanya ke arah Andre dan tersipu malu “hmm gua malu Dre, gua takut di tinggalin lagi”

“Jadi alesan lu ga mau cerita karena lu takut kaya yang sebelumnya, lu cerita dan ga jadi?”

Reina menganggukan kepalanya dan memasukkan handphonenya ke dalam tas jinjingnya.

“Dre lu tau kan, sebelumnya gua deket sama orang pas gua cerita sama salah satu temen gua, ga lama dia tau-tau ngilang gitu aja. Gua capek deket sama banyak cowok tapi ujung-ujungnya ga pernah jadi. Gua capek terus-terusan di cap jelek sama temen-temen kelas”

“Rei, ini gua ga mungkin juga gua bawel emang mulut gua kaya cewek apa?”

“gua deket sama temen lu, sorry”

Layaknya petir di siang bolong, mata Andre mendadak terbelalak mendengar ucapan polos yang keluar dari mulut Reina. Namun dia tidak menampik sejak awal pertemuan beberapa minggu yang lalu dia sudah bisa membaca gelagat berbeda dari Wildan maupun Reina yang terus berlangsung hingga beberapa hari belakangan ini.

“cieee tukan sama Wildan, iyalah good looking ya Rei”

“Dre, gua ga butuh itu. Sorry kalo selama ini gua nutupin dari lu, gua cuma takut gua yang terlalu ngarep sama dia. Gua yang salah ngartiin semua kebaikannya. Dan gua yang nanti pada akhirnya cuma jatuh cinta sendirian” Reina mengucapkan semua itu dengan mata yang sedikit berkaca-kaca

 “Semoga aja enggak Rei, tapi emang belakangan doi juga semangat banget tu kalo gua udah mulai nyinggung-nyinggung lu” Ucap Andre mencairkan suasana

Senyum Reina mendadak merekah mendengar ucapan dari temannya tersebut “serius? Semangat gimana Dre?”

“kan lu kepo kan? Ciee kepo”

“ANDREEEE” Reina menarik ke belakang kepala Andre agar orang tersebut bisa diam. “yaudahlah Dre ga usah di bahas, tar gua terbangnya ketinggian lagi. lu jangan bawel ya sama Wildan dan sama siapapun. Please”

“oke Rei, janji” sambil memberikan kelingkingnya ke udara sebagai tanda bukti bahwa dia berjanji dan dibalas kelingking itu oleh Reina. “tapi Rei, saran gua sih lu jangan terlalu jatuh cinta banget sama dia. Takutnya dia masih inget sama mantannya yang dulu”

“nah makanya itu Dre, itu yang gua takutin. Bahkan pernah di bbm waktu gua ledekin dia soal mantan dia itu jawabnya bukan ga bisa move on, cuma belum bisa aja. Itu yang gua takutin selama ini. Gua takut dia masih terus inget sama mantannya yang artinya.....” ucapan Reina terhenti di tengah kalimatnya “ya lu tau lah lanjutannya apa Dre”

Reina memandang diam permukaan air danau dihadapannya. Danau itu seolah sedang menggambarkan keadaannya saat ini. Anggap saja permukaan danau ini sangatlah indah, menarik siapapun untuk bisa menikmati keindahannya namun siapa yang tahu dibalik indahnya permukaan danau ini bisa saja ada binatang buas yang bersembunyi didalam sana, atau ada magnet yang mempu menarik siapapun yang terjatuh untuk tidak bisa kembali lagi ke permukaan. Terbuai dengan keindahannya dan tidak lagi ingat untuk kembali karena kesakitan yang sudah tidak terasa.

***

        Komunikasi yang mulai intens masih sering terjadi antara Reina dan Wildan,  topik pembicaraan mereka dari yang penting sampai tidak penting bisa membuat mereka lupa waktu untuk saling berkomunikasi. Namun mereka hanya sebatas berkomunikasi via medsoc jarang sekali mereka bisa bertatap langsung menghabiskan waktu berdua. Hingga waktu rasanya ingin di berhentikan saat itu juga.

  • Dan, hmm udah nonton stand by me belum? (sent)
  • Belum nih, lu udah emang?
  •   Belum juga dan gua penasaran setengah mampus nih (sent)
  • Penasaran kenapa sih? Perasan itu tuh cuma film doraemon yang dijadiin 3D deh. Lu kenapa ga nonton sama temen2 lu. Ohh iya lupa, lu ga punya temen ya?
  • Heh asal aja ngomongnya. Temen2 gua udah pada nonton sama pacarnya. Masa gua suruh ikut -__- yang ada jadi nyamuk gua disana. (sent)
  •  Hahahah ya gapapa sih dari pada lu mati penasaran belum nonton.
Reina membaca kesal chat yang dikirimkan Wildan kepadanya. Otaknya berputar cepat, dia berfikir ini orang yang ga peka atau peka tapi sok bego. Pikirannya mengatur strategi bagaimana caranya dia bisa menonton doraemon beserta bonusnya. Tapi lebih baik langsung to the point aja toh sepertinya Wildan bukan orang yang suka bertele-tele


  •  Hmm ayolah nonton yuk, hihihi (sent)
  • Yaudah, kapan? Besok ?
  • Oke, jemput yaa. Heheheh :P (sent)
“yes” ucap Reina spontan sambil mengepalkan tangannya. Ternyata benar kalo gengsi ditingikan kita ga bakalan dapat apa-apa.

***

            Reina kembali mengecek penambilannya di depan cermin, melihat kembali apakah ada yang salah atau tidak dengan dirinya. Dia sudah rapi sejak setengah jam yang lalu. Jantungnya tidak bisa berhenti bergedub cepat sedari tadi. Tangannya mulai berkeringat dingin, berkali –kali dia harus pergi berdua dengan seorang laki-laki baru kali ini dia merasa bingung harus memakai pakaian apa? Rambut harus dibagaimanakan? Pakai sepatu apa? Wajahnya diberi make up apa? Berkali –kali dia bolak balik dari ruang tamu kekamarnya berharap jantung ini bisa dikendalikan.

“tring” bunyi khas dari bbm di handphonenya terdengar nyaring.

  • ·         Gua udah di depan kosan lu nih

Reina buru-buru merapikan penampilannya lagi dan menyambar tas tangannya, dia melongok didepan kosannya memang sudah terparkir mobil jazz putih milik Wildan. Reina memasuki mobil itu dengan jantung yang masih tidak beraturan, dalam hatinya hanya berharap jangan sampai sikap groginya terbaca jelas oleh seseorang yang sedang menyetir disebelahnya.

“Rei, kita mau nonton dimana nih? Mau di MOI, GI apa plazza semanggi?”

“hmmm GI ajalah Dan, biar bisa sekalian ke cafe magnum. Hahahah” ucap Reina saat dia mulai bisa mengendalikan tubuhnya sendiri.

“oke fix GI ya, semoga ga macet nih”

“aamiin”

     Selama perjalanan mereka tidak berhenti bercerita atau hanya sekedar mengomentari apa yang mereka lihat sepanjang jalan. Hingga akhirnya mereka mulai memasuki area parkir di Grand Indonesia. Mereka  langsung naik ke lantai delapan, tempat blitzmegaplex yang menjadi tujuan utama mereka. Reina memandang perlahan sesorang yang kita sedang berdua dengannya, dan tersenyum sendiri.
     
       Setelah satu jam empat puluh lima menit berlalu, yang artinya film tersebut sudah berakhir. Mereka memutuskan untuk langsung ke cafe magnum karena salah satu dari mereka tidak ada yang ingin makan berat dan hanya membutuhkan tempat untuk mengobrol tanpa makanan berat. 

“Dan, gimana filmnya seru ga?” tanya Reina saat mereka sadang mencari tempat duduk di dalam cafe tersebut.

“yaa walaupun ga sesuai ekspetasi tapi lumayanlah bagus”

“permisi, ini daftar menunya” seorang pelayan menghampiri Reina dan Wildan sambil memberikan daftar menu kepada mereka

“hmm saya pesan mini crown jewel” ucap Reina setelah melihat daftar menu yang ada dihadapannya

“De constructed cheese cake aja”

“baik mini crown jewel satu dan de contructed cheese cake satu, ada lagi yang lainnya”

“enggak cukup itu aja” ucap Reina ramah.

Tanpa waktu lama pesanan mereka sudah ada didepan mata, dan masing-masingnya sudah sibuk dengan pesanannya sendiri, mencoba menikmati dinginnya es bercampur dengan manis dan lembutnya coklat, serta rasa asam dari buah-buahan yang ada di masing-masingnya.

“eh Rei, lu udah cerita belum sama Andre hari ini kita nonton bareng?” Ucap Wildan mendadak pada Reina.

“ahh... engg... udah ko” jawab Reina sambil tergagap

“oh baguslah kalo udah, biar dia nganggep kita ga ada apa-apa toh emang kita ga ada apa-apa kan?”
Reina sudah menduga arah pembicaraan ini kemana, tapi tidak untuk secepat ini “oh iyalah emang kita ada apaan kali hahahaha” ucap Reina sambil tertawa palsu.

“Dan, lu masih sayang ya sama mantan lu?” Mendadak pula Reina mengajukan pertanyaan itu kepada Wildan.

“dih kenapa nanya gitu? Ga juga sih cuma ya gitu”

“dih emang nanya ga boleh kan kita saling curhat aja katanya” ujar Reina mencoba mengorek kembali sosok dihadapannya. “gitu gimana, cerita aja kali” ujarnya lagi sambil terkekeh

“yaa, masih pengen sih perjuangin dia, masih pengenlah buat bisa balik lagi ke dia, tapi kayanya udah ga bisa deh. Dia udah punya cowok sekarang.” Jawab wildan dengan sedikit senyum getir yang tertangkap jelas oleh kedua bola mata Reina.

Rasanya sudah percuma juga mereka ada disini, Reina sudah tidak sanggup mendengar apapun yang nantinya akan keluar dari mulut Wildan. “Dan, hmmm gua baru inget nih besok gua ada kuis tau. Balik yuk”

“ohh udah mau balik? Yaudah bentar gua bayar dulu ya”

Reina memberikan selembar uang seratus ribuan kepada Wildan untuk membayar pesanannya dan untuk membayar tiket nonton yang sebelumnya sudah dia pesankan terlebih dahulu.

“udah simpen aja Rei, sama gua mah pantang cewek bayar sendiri” ucap Wildan sambil tersenyum songong.

Sepanjang perjalan pulang ada kebekuan yang mendadak menguap, udara dingin AC mobil tersebut sudah melebihi batas normal hingga membuat keduanya saling terdiam satu sama lain. Saling sibuk dengan pikirannya masing- masing. Sampai akhirnya sudah berada tepat didepan kosan Reina.

“thanks ya Dan buat hari ini, makasih juga buat traktirannya. Sering-sering yaa” ucap Reina riang sebelum dia turun dari mobil tersebut.

“iya sama-sama. Yee itu maunya lu kali. Udah ah gua balik dulu ya”

“oke” dan Reina pun turun dari mobil tersebut tak lupa tersenyum sebagai tanda terima kasihnya lagi. Setelah mobil itu benar-benar menghilang dari pandangan matanya. Reina terburu-buru masuk kekamarnya dan mengunci pintunya.

            Tangisnya pecah di saat itu juga. Ketakutannya selama ini sudah terjawab beberapa jam yang lalu. Ketakutannya untuk ditinggalkan dan jatuh cinta sendirian terbukti 100%. Wildan belum sepenuhnya melupakan masa lalunya.

“arrrrgggghhhh kenapa sih lu masih inget mantan lu, kenapa lu ga bisa liat gua disini.” Reina berguman sendiri disela tangisnya yang tak bisa dia hentikan. Dia buru-buru keluar kamar dan menuju kekamar Erni teman curhatnya di kosan.

“Rei, lu kenapa?” ucap Erni begitu melihat penampilan Reina yang berantakan di depan kamarnya 

“sini duduk cerita sama gua”

“Kayanya emang salah gua ngartiin semuanya, gua terlalu kebawa sama perasaan gua, terbang tinggi sama angan gua, bikin kesimpulan sendiri akan semua yang terjadi seolah itu special, padahal gua ga liat kenyataannya kaya gimana Ni” Reina meracau sendiri semua yang menjadi bebannya seolah keluar begitu saja.

“Jadi Wildan bener-bener masih sayang sama mantannya?”

“iyaa Ni, dia cerita sama gua semuanya tadi dan disitu gua berusaha kuat buat ngedenger semua ceritanya, kenapa sih dia ga mau buka mata, ini disini ada gua yang lagi perjuangin dia. Dan kenapa semuanya tu cepet banget sorenya dia bikin gua ketawa puas, malemnya di bikin gua nangis kaya gini” Reina masih terisak dihadapan Erni

“Rei dengerin gua ya, susah kalo lu perjuangin orang yang masih ga bisa lepas dari masa lalunya, nantinya lu sendiri yang bakalan sakit, luka dia belum sembuh. Dan luka hati beda kaya luka di bagian tubuh yang keliatan, kalo luka ditempat lain kita bisa kasih obat tapi luka hati obatnya cuma satu Rei. Waktu” Erni menjelaskan perlahan kepadaku

“percuma lu mau berjuangan kaya gimana juga, perjuangan lu ga bakalan keliatan. Karena di mata dia cuma ada satu nama, nama mantannya. Lu mau kalo pun nanti lu jadian trus tiba-tiba mantannya balik lagi ke dia, dan lu ditinggalin gitu aja? Inget lu cuma pelarian, kasarnya. Sorry kalo gua harus ngomong kaya gini, lu burtuh disadarin secara kasar biar otak lu bisa bener lagi Rei” ucap Erni kembali

“iya makasih Ni” Reina mulai tersenyum getir melihat kebodohannya sendiri. “Ni, bener juga ya kata orang-orang. Kalau orang yang pernah membuatmu tertawa paling kencang adalah orang yang akan membuatmu menangis paling kencang juga. Dan Wildan berhasil melakukan itu”

“Rei, lu pernah bilang kegua kalau cinta itu mengiklaskan, kalo lu bisa bilang itu kegua harusnya lu 
juga bisa ngelakuin itu kediri lu sendiri.” Ucap Erni sambil meletakkan jari telunjuknya tepat di kening Reina.

Reina menarik napas panjang dan perlahan, air matanya masih mengalir deras diantara  matanya yang tertutup seolah sedang melakukan time review terhadap apa saja yang sudah terjadi antara dia dengan Wildan. Bagaimana awal perkenalan mereka, bagaimana pertemuan pertama mereka di kedai kopi di dalam kampusnya, bagaimana setiap hari mereka selalu chat via bbm, dan yang terakhir bagaimana jantungnya berdegub tak beraturan, tangannya yang mendadak dingin saat Wildan menjemputnya, bagaimana mereka jalan berdua, dan bagaimana akhirnya Wildan menutup semua kenangan itu dengan sempurna, indah tapi menyakitkan di bagian akhir. Sesempurna Roro Jonggrang yang menjanjikan menikah dengan Bandung Bondowoso tapi di akhir cerita dia sendiri yang membuat rencana jahat agar tantangan yang dia berikan kepada Bandung Bondowoso gagal. Seperti seseorang yang sudah diajak terbang tapi begitu diatas dijatuhkan begitu saja.

“Rei” Erni memanggil perempuan yang berada di depannya perlahan “lu masih sadarkan?”

Reina perlahan membuka matanya dan tersenyum diantara tangisnya “sadar ko Ni, sadar kalau emang harusnya gua ga boleh terlalu ngarep sama orang yang masih nyimpen luka yang belum sembuh. Sadar kalo cinta itu emang harus mengikhlaskan, dan sadar mungkin ada takdir lain yang membuat kejadian hari ini”

“Rei” Erni segera memeluk erat temannya tersebut “nah gitu dong Reina kan ga boleh nangis”

“terima kasih yaa sudah cukup membuat warna lain dalam hidup gua, kalo emang mengikhlaskan bisa lebih baik buat gua ataupu lu sendiri, gua ikhlas ko, dan semoga setelah ini Tuhan ngirim seseorang yang bener-bener mau tinggal di hati gua bukan cuma ngejadiin layaknya bandara tempat transit datang dan pergi kembali. Buat kamu makasih udah ngasih pelajaran tersendiri buat gua, makasih udah pernah datang lalu pergi, maksih udah pernah membuat tertawa lalu menangis, makasih juga udah membuatku terbang lalu dijatuhkan.” Ucap Reina dalam hati “iyaa gua ga bakalan nangis lagi ko Ni, kan udah belajar ikhlas, heheheh” ucap Reina sambil membalas pelukan yang ditujukan Erni kepadanya. Karena cinta yang baik adalah cinta yang membahagiakan.

No comments:

Post a Comment