Stasiun
Senen, 15 Februari 2014
Amanda melihat dengan seksama jadwal
pemberangkatan kereta api yang terpampang di hadapannya, mencari dengan teliti
jadwal keberangkatan kereta api yang akan membawanya ke kota kelahirannya,
Yogyakarta. Pukul 21.00 WIB keberangkatan kereta api senja utama, sedangkan di
jam tangannya masih menunjukkan pukul 19.15 WIB yang akhirnya diputuskannya
untuk mencari makan malam terlebih dahulu, agar dia bisa menghentikan para
pendemo yang sedang berteriak didalam perutnya.
Kakinya menyusuri jalanan keluar
agar dia bisa mencari makan terlebih dahulu, matanya yang fokus melihat kedepan
membuatnya tidak menyadari sekelilingnya hingga akhirnya dia menabrak
seseorang.
“awww”
teriak seseorang yang di tabraknya.
Amanda
yang menyeadarinya buru-buru meminta maaf pada orang tersebut “maaf ya mas,
saya ga sengaja” sambil menunjukkan rasa bersalahnya dan langsung melanjutkan
perjalannya, hingga sebuah rumah makan yang menyediakan bebek bakarlah yang
menjadi pilihannya.
Amanda lama berdiam di tempat makan
tersebut hingga jam di pergelangan tangannya sudah menunjukan pukul 20.35 WIB,
setelah menyelesaikan pembayarannya dia segera bergerak masuk ke dalam stasiun
menuju rangkaian panjang yang akan membawanya pergi. Sebuah kereta api tersebut
sudah menunggu manis para penumpangnya untuk naik di peron tempatnya. Hingga
Amanda memasuki gerbongnya.
“gerbong
delapan nomor 9 B, okay”gumannya dalam hati.
“permisi
mas, ini 9Bkan? Bisa saya duduk?”ucap Amanda sopan pada seseorang laki-laki
yang sudah menempati tempat duduknya tersebut.
Laki-laki
itu menoleh ke arah datangnya suara “oh iya silahkan mba”
“lho
mas......” Amanda menggantungkan kalimatnya tanpa menyelesaikan “maaf ya mas
sekali lagi”
“udah
gapapa mba, saya tau mba ga sengaja”
Amanda
pun duduk ditempatnya dan mengelurkan tangannya untuk berkenalan “Amanda Bilqish
Tanayaa, biasa dipanggil Manda aja heheh” ucapnya sambil tertawa kecil untuk
mencairkan suasana
Laki-laki
tersebut menyambut uluran tangan Amanda “Ridho Ramadhan” panggil saja gua Ridho.
Lo kuliah?”
“iya
masih kuliah ko, lu sendiri juga kuliah?
“iyalah
makanya gua balik, kalo enggak mah gua juga masih mau di Serang” jawabnya
enteng
“lo
orang Serang?” Amanda sedikit membelalakan matanya
“iya,
kenapa sama Serang, lu kuliah disana?”
“iya
hehehe” jawab mandanya sambil mengeluarkan senyum lebarnya.
Percakapan-percakapan
kecil diantara dua anak manusia yang di pertemukan secara tidak sengaja dengan
sebuah takdir membuat perjalanan keduanya terasa lebih cepat, percakapan
malu-malu yang akhirnya membawa mereka ke percakapan yang membuat mereka seolah
adalah dua orang teman lama yang sudah tidak saling berjumpa.
***
Sinar lembut mentari menelusup diantara
dinginnya pendingin ruangan. Mata Amanda seolah masih sangat berat untuk
terbuka, disebelahnya Ridho masih
tertidur dengan pulasnya. Wajahnya yang polos membuat tangan Amanda berniat
untuk menyentuh wajahnya, namun akhirnya dia urungkan karena mendadak mata yang
tertutup itu terbuka.
“ini
udah sampai mana Nda?” Ucapnya dengan suara yang serak khas orang yang baru
terbangun dari tidurnya.
“Masih
di Wates ko, bentar lagi sampai Do” jawab Amanda
“oiya
dari semalem kita ngobrol gua boleh ga minta pin bb lu? Or nomor hp juga boleh,
tenang ga bakalan diisengin ko” ucap Ridho langsung
“hmmm
yaudahlah boleh ko, barcode aja ya. Gua ga apal sama pin sendiri soalnya,
nomornya juga ambil sendiri aja di kontak namanya nomor gua” ucapnya sambil
menyodorkan handphonenya.
Ridho
dengan cekalatan langsung memindai barcode yang diberikan dan segera mencatat nomor
hpnya. “oke makasih ya Nda”
“iya
sama-sama”
Hingga
kereta itu sampai di tujuan akhirnya di Stasiun Tugu, baik Amanda maupun Ridho
telah berpisah jalan karena. Amanda akhirnya dijemput oleh pamannya sedangkan
Ridho dijemput oleh temannnya. Ada sesuatu yang menarik di dalam diri Ridho
menurutnya, namun dia sendiri masih belum mampu mendefinisikan sesuatu apakah
itu, dan hal yang sama juga dirasakan Ridho terhadap Amanda.
Amanda merebahkan dirinya dikamar
pribadinya yang telah disiapkan oleh eyangnya karena Amnda selalu rajin setiap
sebulan sekali untuk menyempatkan dirinya berkunjung ke ruang sang nenek.
Maklum sebagai cucu kesayangan dan sebagai alasan karena impiannya tidak
terwujud untuk bisa kuliah di kota kelahirannya tersebut.
“dreeetttt
dreeettttt dreeeetttt” handphone Amda bergetar lama menandakan ada seseorang
yang menelponnya. Sebuah nomor tak dikenal tertulis jelas dilayarnya..
“halo”
“Amanda?
Ini gua Ridho. Bbm lo ga aktif ya?”
Anda
menepuk jidatnya, hari ini adalah masa aktif paket internetnya berakhir dan dia
belum sama sekali melakukakn pengisian ulang “iya sorry yaa gua lupa ngisi
paket soalnya. Ada apa ya?” tanyanya kembali
“hmmm
besok ada acara ga? Gua jemput ya” ucap Ridho yang berada diujung sana
“ga
ada si Do, hmmm boleh deh” ucapnya cepat
“oke,
nanti smsin alamt rumah nenek lu ya, biar gua gampang buat jemputnya”
‘sipp,
see you tomorrow” Amanda mematikan hpnya dan segera memberikan alamat rumah
neneknya pada Ridho.
***
Siapa yang bisa tau tentang takdir?
Kebetulan? Atau apapun itu. Semua seolah sudah menjadi skenario yang dirancang
Tuhan untuk umatnya. Amanda masih berdiri memandang dirinya sendiri melalui
pantulan cermin didepannya. Bagaimana mungkin dia mau diajak jalan oleh
seseorang yang baru dikenalnya kemarin sore. Dengan latar belakang Amanda
bukanlah orang yang mudah diajak pergi oleh seseorang yan baru dikenalnya.
“Amandaaa
ini ada teman kamu yang nyariin nih” Teriak eyang uti dari luar kamarnya.
“iya
eyang, suruh tunggu sebentar” jawab Amanda sambil melirik sekilas pantulan
tubuhnya, dan menarik helm yang ada di tempat tidurnya. Lalu dia bergegas
keluar untuk menemui orang yang menjemputnya. “sorry ya lama”
“ahh
iya gapapa kali selow” ucap Ridho membalas ucapan Amanda. “eyang ehh saya pergi
dulu ya sama Manda.” Ucapnya lagi sambil berpamitan.
“oh
iya mas, Mandanya tolong dijagain ya”
Setalah
berpamitan tersebut Amanda segera menaiki motor tersebut.
“lo
gapapa kan naik motor?” tanya Ridho saat Amanda sudah duduk dibelakangnya.
“yaealah
kalem aja sih, ini kita mau kemana?”
Ridho
tidak menjawab pertanyaan Amanda, namun dia langsung memacu motor ninjanya kencang
seolah melibas angin dan debu yang menghalangi jalannya. Amanda tau dia akan
diberikan kejutan namun dia memilih diam saja. Membiarkan yang memberikan
kejutan menyelesaikan rencananya.
Motor tersebut terus melaju ke arah
Gunung Kidul, dalam benak Amanda dia pasti akan dibawa kesalah satu pantai yang
terletak disana, namun tiba-tiba motor itu berhenti dan Ridho memberikan sapu
tangannya pada Amanda untuk dipakai menutup matanya. Bagai kerbau yang dicocok
hidungnya Amanda menuruti permintaannya dan memakai sapu tangan tersebut untuk
menutup matanya.
Dalam kegelapan tersebut Amanda
hanya merasakan tubuhnya berbelok-belok mnegikuti arah belokan kendaraan yang
dia tunggangi. Hingga akhirnya motor tersebut berhenti total dan Amanda
dituntun untuk turun dan mengikuti arah tuntunan dari Ridho.
“Manda
duduk deh, terus buka mata kamu pelan-pelan ya” ucap Ridho tepat didepan wajah
Amanda
Tangan
Amanda menarik perlakan penutup matanya dan membuka pelan matanya hingga
didepannya yerhampar lautan kilau lampu jalanan seolah bintang di daratan.
“kamu
suka tempat ini?” ucap Ridho tepat disampingnya
“suka
banget aku suka ngeliat sesuatu dari tempat yang tinggi, karena dari tempat ini
semuanya mampu terlukis dengan jelas”
“Dengan
jelas? Bukannya semuanya jadi terlihat kecil?”
“Memang
kecil tapi jarak pandang kita menjadi luas Ridho” ucap Amanda lagi.
“syukur
deh kalo kamu suka, oiya ada satu lagi nih, semoga kamu suka ya”
“Apa?”
Tanya Amanda penasaran
“coba
aja liat disamping kanan kamu”
Amanda
menolehkan kepalanya ke samping kanannya dan sebuket mawar putih sudah tergolek
disampingnya. Tangan Amanda meraihnya
untuk menggambi; “ini buat aku? Eh tapi kenapa ada warna pink di
tengah-tengahnya Do?” Tanyanya heran.
“Karena
itu pembeda, aku ga mau bilang ini modus atau apa ya, tapi pas kita ngobrol di
kereta itu aku ngerasa kamu itu beda dari yang lain Nda.”
“Trus?”
“ya
aku ngasih itu soalnya aku pengen kamu tau kalo kamu itu unik Nda di mata aku,
ya semoga kamu suka”
“ga
perlu dikasih tau juga aku udah tahu, heheh. Enggak deng bercanda. Tapi makasih
lho, tau dari mana aku suka mawar putih?”
“ehhh”Ridho
menelan ludahnya sebelum menjawab pertanyaan Amanda “nebak doang sih, hehehe”
sambil terkekeh kecil.
Tawa
mereka lepas, selepas burung yang bebas terbang diangkasa. Percakapan-percakapan
itu mengalir begitu saja, mengalir bersama bulan yang lambat laun makin keatas
menggantikan matahari. Tangan-tangan yang awalnya malu, berdekatan saling
sentuh hingga akhirnya saling mengengaman. Seolah saling mengisi ruang-ruang
kosong antara jari-jari tangan, membentuk kesatuan yang saling melengkapi.
Malam yang semakin larut membuat
mereka memutuskan untuk meninggalkan bukit bintang tersebut. bukit yang menjadi
saksi dua hati yang malu-malu dalam perasaannya masing-masing.
***
Semenjak kejadian itu Amanda dan
Ridho semakin sering jalan berdua, menghabiskan waktu berdua sebelum masa waktu
Amanda di Jogja habis. Waktu Amanda di Jogja hanyalah satu minggu, namun
dihari-hari trakhir Amanda di Jogja, Ridho lebih memilih pergi bersama teman-temannya
ke Gunung Prau di Wonosobo.
Amanda tidak sedikitkan marah karena
tidak bisa menghabiskan waktu trakhirnya di Jogja, toh dia bukanlah siapa-siapa
yang memiliki hak untuk marah, walaupun kadang rasa nyaman membuat kita lupa
kalau kita bukan siapa-siapanya.
Hingga waktu keberangakatannya untuk
kembali pulang, Ridho mengghilang begitu saja. Semua pesan singkat yang dia
kirimkan dibalas singkat dan dingin, tak sehangat dulu. Ada sesuatu yang
akhirnya berubah entah ada yang salah dibagian mananya namun Ridho yang
sekarang Amanda kenal, bukanlah Ridho yang empat hari lalu dia temui di
Malioboro saat mereka jalan berdua untuk
terakhir kalinya.
“Bukannya
memang setiap kata hai akan selalu bertemu dengan bye.” Amanda tersenyum getir
sambil mengguman sendiri “bagimana mungkin bertemu di kereta, jalan dua kali,
seikat bunga, dan sebuah boneka, mampu membuat gua kehilangan sosoknya kaya
gini?”
“Amanda
mikirin apa?” tanya eyangnya lembut saat mereka menunggu jadwal keberangkatan
kereta. “Manda masih mikirin cowok yang kemarin ya? Yang tinggi kurus kaya
tiang listrik itu?”
“EYANGGG,
apaan sih bukan tiang listrik kali” Jawabnya tidak terima Ridho dibilang
seperti tiang listrik oleh eyangnya sendiri.
“Manda,
wajar kalau dia pergi ada orang-orang
yang hanya nyaman saat kamu ada satu tempat dengan dia. Mungkin cowok itu ga
mau jauh dari kamu dan belum siap.” Eyang uti tersebut mengela nafasnya sebelum
melanjutkan pembicarannya. “tapi ada juga orang-orang yang sekedar mencari
keasikan, mungkin dia asik sama kamu tapi ga bisa berlangsung lama, apa lagi
kalian baru kenal, dikereta lagi.”
“tapi
kenapa dia harus berubah begitu cepat
eyang, aku belum siap” ungkap Amanda lesu.
“setiap
saat itu adalah perubahan Manda, tidak ada yang tetap karena yang tetap itu ya
perubahan. Siap atau tidak sia, kamu harus siap. Sekarang kamu anggap saja
semua kejadian kamu kemarin sama dia adalah mimpi kamu. Mimpi di alam tidur
kamu yang akan hilang saat kamu terbangun. Dan sekarang kamu terbangun karena
kareta kamu sudah mau berangkat sayang” ucap Eyang Uti pada Amanda.
“oh
iya, yaudah aku pulang dulu ya Eyang. Eyang
jaga kesehatan” pamit Amanda sebelum memasuki kereta.
Hidup
itu akan terus berjalan maju, dan takkan pernah berhenti. Dulu di senja ini di
bawah langit ibu kota di mesin transportasi panjang ini, Amanda bertemu dengan
seseorang yang akhirnya mampu membuatnya dia melupakan seseorang yang
terdahulu. Dan sekarang di senja ini juga di mesin yang sama di langit yang
berbeda, Amanda telah kehilangan sosok itu.
Berkali-kali Amanda melihat layar handphonenye
berharap nama Ridholah yang yang terpampang disana, namun nihil. Dia seolah
telah hilang ditelan bumi. Berkali-kali pula Amanda mencoba membuka percakapan
dengannya namun semuanya seolah telah berubah, seolah tidak pernah ada kata
saling kenal di dalam kamus mereka. Laju kereta ini yang mulai bergerak
meninggalkan kota penuh cinta tersebut, sama dengan Amanda yang akhirnya harus
meninggalkan semua kenangan yang baru di lewati beberapa hari yang lalu.
***
Stasiun Senen, 15 Desember 2014
Sepuluh bulan yang lalu di tempat
ini ada sepasang anak manusia yang dipertemukan oleh takdir untuk saling
mengenal. Amanda memandang miris tempat ini, pikirannya memutar ulang semua
memori yang ada di alam bawah sadarnya. Dia melihat dirinya yang sedang
menabrak seorang laki-laki karena tak sengaja. Dan semua bayangan itu menguap
begitu saja, karena mendatangin tempat yang pernah terjadi akan suatu peristiwa
di hidup kita akan membuat hormon ditubuh kita menarik suatu hal yang kita
benci namun kita rindukan yang bernama kenangan.
Jadwal keberangkatan kereta kali ini
Amanda lebih memilih berangkat pagi agar dia bisa melihat pemandangan selama
perjalanan. Mata Amanda berpendar dimana-mana seolah ingin melihat lagi
kejadian dirinya di sepulah bulan yang lalu. Hingga matanya menagkap sosok yang
selama ini hanya ada di ilusinya, dalam dunia khayalnya tiba-tiba menjelma
menjadi sosok nyata yang baru turun dari kereta tersebut. Sosok yang selama
sepuluh bulan ini Amanda rindukan, sosok yang selama ini memenuhi setiap
coretan pena di belakang bukunya kini ada didepan matanya, berjarak dua peron
dari tempatnya berdiri. Dekat namun tak tersentuh. Ada tapi seolah tak nyata.
Amanda buru-buru menghapus semua
pemikirannya barusan, berharap tadi hanyalah pengelihatannya yang salah. Dia
segera menaiki keretanya, kereta yang lagi-lagi akan membawanya kembali kota
itu, kota yang akan selalu di rindukan. Mungkin keadaannya sekarang mereka seperti kereta
yang berlawanan arah hanya berpapasan saling melihat dan sepersekian detik
semuanya kembali kosong seolah tak pernah ada pertemuan seperti beberapa sekian
detik yang lalu.
“Amanda”
seseorang memanggil namanya tepat disampingnya, setelah dia menduduki tempat
duduknya “ini gua Dipo, temennya Ridho yang ketemu lo di Keraton”
“ahh
hay ka, mau kemana?” Tanya Amanda
“mau
ke restorasi nih mau makan. Mau ikut? Ikut aja yuk”
“hmm
boleh deh,” ucap Amanda sambil berdiri dan mengikuti arah ka Dipo.
“Nda,
gimana sama Ridho masih kan?”
“masih
apa? Jadian juga enggak ka. Lagian abis gua balik lagi ke Jakarta, Ridho
berubah ka dia kaya udah ga mau kenal gua”
“yakin
lo? Masa sih dia gitu? Lu ga nyoba ngehubungin dia?”
“udah
ka, tapi ga pernah di read” Amanda mengusap wajahnya “dan tadi gua liat dia di
stasiun ka, dia kayanya balik ke Serang deh”
“iyalah
inikan liburan makaya dia balik, sama kek lo. Cuma kalo lo baliknya ke Jogja
sih,. Jadi bakalan susah ketemu ya kalo lu sama dia Nda”
“iya
kalilah ka, sudahlah skip saja” ucap Amanda sambil mengibaskan tangannya.
Tahun
ini Amanda akan merayakan tahun baru di Jogja, maklum orang tuanya yang sibuk
membuat Amanda lebih memilih untuk pulang ke Jogaj ke tempat neneknya. Dari
pada dia harus sendirian di rumah. Dan tahun ini sepertinya di masih akan
sendiri. Di Jogja waktunya seakan bergerak cepat, tiap detiknya bergulir begitu
saja hingga akhirnya detik demi detik pergantian tahun tinggal menghitung jam.
Tiba-tiba pikiran liar Amanda
bergerak hingga dia meminta izin agar diperbolehkan menghabiskan malam
pergantian tahun di bukit bintang. Berhubung sepupunya sendiri juga
menghabiskan malam tahun baru disana, Amanda merajuk meminta ikut bersama
sepupunya dan pacarnya.
***
Bukit ini masih belum berubah masih
sama walaupun sudah lebih ramai dibanding sepuluh bulan yang lalu. Amanda
mencari tempat duduk yang dia duduki sebelumnya, ingatannyanya mengingat
kembali semua memori alam bawah sadarnya sebelum penutupan tahun. Baginya
memngingat kembali memori masa lampau adalah sesuatu yang baik karena artinya dia telah menutuo buku dan
dinyimpannya, sebelum akhirnya dibuka kembali untuk cerita yang baru.
“mbak,
aku boleh nanya ga?” tiba-tiba saja Dina sepupunya duduk disampingnya
“nanya
apa?”
“pernah
ga mbak ngerasain jatuh cinta”
“pernah
no, tapi namanya juga jatuh pasti luka jadi pasti sakit dan sekarang aku lagi
luka hehehe” Amanda tersenyum dan memandang Dina “kamu kalo mau pacaran, pacaran aja sana, aku ditinggal
sendiri yo ndak papa ko”
“bener
ndak papa mba? Yaudah dari pada sendirian to, aku kasih temen aja ya” ucapnya
sambil tersenyum licik seolah sedang menyembunyikan sesuatu
“temen?”
tanya Amanda sambil memandang heran ke arah sepupunya tersebut.
“hay
Amanda Bilqish, salam kenal” ucap suara yang entah asalnya dari mana.
Jantung
Amanda terasa berhenti saat itu juga,dia menutup matanya mencoba mengusir
jauh-jauh suara yang baru saja di dengarnya.
“Nda,
ini gua” ucapnya lagi yang sekarang tepat berada didepannya.
Amanda
membuka matanya dan langsung mendapati wajah Ridho persis dehadapannya. “eh
kamu, masih inget to ternyata sama aku, kirain udah lupa” jawab Amanda mendadak
sinis.
“kamu
marah ya sama aku? Maaf ya kemaren-kemaren aku sibuk”
“enteng
banget bilangnya sibuk, hilang sepuluh bulan, mendadak kaya orang asing, bbm di
read doang, ga pernah ada kabar Cuma bilang sibuk? Kaya abis liburan 2 hari
doang”
“Nda,
aku minta maaf tapi kamu kudu denger dulu penjelasan aku” ucap Ridho sambil
mengenggam tangan Amanda. “dulu abis aku turun gunung aku bingung, aku emang
suka sama kamu tapi aku belum siap untuk hubungan LDR lagi, aku cuma pengen
sama orang yang deket sama aku, orang yang gaperlu jarak dan ga perlu usaha untuk
bisa ketemu”
“dan
kamu langsung mutusin kontak gitu aja sama aku? Mau kamu tuh apa sih???” ucap
Amanda emosi.
“Awalnya
emang gitu Nda, tapi makin kesini, makin kesini aku sadar kalu aku sebenernya
nyaman dan sayang sama kamu.mungkin ini aneh tapi perlu kamu tau aku sering
banget ke Serang, kekampus Unirta buat diam-diam ngambil foto kamu, atau cuma
ngeliat kamu dari kajauhan. Aku belum sanggup kalo harus ngomong langsung sama
kamu” ujar Ridho sambil tertunduk.
“kamu
tau ga sih Do, sepuluh bulan aku ngegalauin kamu, aku mikir dimana salah aku
sampai kamu tahu-tahu menjauh gitu aja, sepuluh bulan aku ngangenin kamu, nelen
bulet-bulet rasa kangen aku sendiri, nyoba buat bunuh perasaan aku buat kamu
tapi nyatanya....”Amnda membiarkan kalimatnya menggantung.
“Nda
bisa ga kita lupain semuanya dan kita mulai dari awal lagi, aku mau kita ngabisin
tahun baru barengan. Dan janji jangan pernah ninggalin aku”
“aku
ninggalin kamu? Haloooo selama ini yang pergi begitu aja siapa?” ucap Manda
sambil menahan air matanya.
“Amanda
Bilqish, boleh ga aku sebagai pembuka awal tahun kamu yang baru, pembuka dari
sebuah penutup yang akan segera kamu tutup” ucapnya lagi sambil menggerakkan
tubuh Amanda agar mau berbalik ke belakang.
Dan
belakang Amanda sudah ada beberapa balon yang bertuliskan I LOVE YOU AMANDA
yang di tancapkan di tanah, balon tersebut dibiarkan melayang diudara.
“itu
belum selesai coba kamu masuk mobil yang ada balon merahnya deh” ucap Ridho
lagi.
Amanda
tesenyum kecil dan berjalan memasuki mobil yang dimaksud oleh oleh Ridho. Saat
di memasuki kursi depan di atas dasbornya tertulis “maukah kamu mengahiskan
hari-hari di awal tahun hingga menutupnya dan mebukanya kembali bersama saya?”
Amanda memandang perlahan ke arah Ridho yang sekarang ada di disampingnya.
“seharusnya
tanpa perlu kamu tanya, kamu udah tahu apa jawabannya”
“tapi
akan lebih sempurna kalau kamu yang menjawabnya” Jawab Ridho sambil tersenyum lembut pada Amanda.
Amanda
mengeluarkan lipstiknya dari dalam tasnya dan menuliskan “YES, I DO” di kaca
mobil tersebut. Ridho memandang dalam Amanda dan tesenyum seolah mereka sedang
berbicara dari hati ke hati. Saat hitungan mundur mulai berteriak riuh diluar
sana, dua pasang anak manusia sedang malu-malu dan saling mengecup dalam diam
diantara bongkahan rasa yang tak mampu digambarkan dan dihitung dalam hitungan
yang pasti. Di awal tahun baru ini, diantara lebaran-lembaran lama yang sudah
ditutup dan disimpan, lembaran barupun mulai dibuka serta cerita barupun akan
bergulir dengan sendirinya.
kisah ayu ya,menarik. tapi kok getar hp-nya dreeetttt dreeettttt dreeeetttt,lucu
ReplyDeleteHahaha, ada di beberapa bagian ko. Biar lebih ngena aja ceritanya. Terima kasih sudah meluangkan waktu buat membaca. :)
ReplyDelete