Salam terhangat dari putri kecilmu yang
sedang rindu,
Ayah, aku
menulis ini karena aku sedang rindu dengamu, aku ingin mengingat-ingat kembali
semua kejadian bersama kita sejak aku kicil hingga sekarang.
Ayah,
ingatkah engkau dulu bagaimana engaku dengan sabar mengajari aku bermain sepeda,
menuntunku dan mengajariku dari belajar bersepeda dengan roda empat, lalu roda
tiga dan berakhir di roda dua. Ingatkah engkau bagaimana dulu engkau
membangunkan kembali aku saat aku terjatuh? Menyemangatiku dan percaya bahwa
aku bisa melakukan itu?
Ayah,
aku ingin bertanya apakah engkau tidak pernah kehabisan energi dalam hidupmu?
Dulu sepulang engkau bekerja engkau masih mampu menyedikan waktumu untuk aku,
untuk mendengar semua celotehan kecil dari bibir anakmu ini atau hanya sekedar
bermain bersama. Padahal aku tahu engkau pasti sangat lelah dengan semua
pekerjaanmu dikantor, namun engkau selalu berkata “lelahku akan hilang jika
bertemu dengan peri kecil ini” sambil mencium kedua pipiku dan mengusap lembut
kepalaku.
Ayah,
aku masih ingat bagaimana dulu setiap kali aku meminta sesuatu darimu pasti
engkau berusaha untuk memberikannya. Aku juga masih ingat bagaimana dulu setiap
kali aku merengek meminta sesuatu yang sangat aku inginkan namun engkau masih
belum mampu memberikannya engkau hanya diam dan menutup matamu seolah engkau
sedang meredakan amarahmu sendiri, dan kau hanya mengusap perlahan rambutku dan
mengatakan “nanti yaa sayang kita beli, kalau ayah sudah ada rezeki lebih”.
Ayah,
kenapa engkau tidak pernah seperhatian dan selembut ibu? Bahkan terkadang saat aku sakit karena
salahku sendiri engkau malah membentakku dan memarahiku habis-habisan padahal
saat itu aku ingin engkau sayang. Dan aku kini mengerti marahmu itu karena
engaku kecewa padaku yang tidak mampu menjaga diriku sendiri. Karena engkau
pasti tidak ingin putri kecilmu ini sakit dan terbaring ditempat tidur hingga
kehilangan keceriaannya.
Ayah,
masih ingatkah juga engkau saat aku mulai beranjak remaja. Ingatkah engkau saat
aku mulai meminta izin untuk pulang larut malam engkau dengan tegas menolaknya
dan berkata “kamu ini anak perempuan, tidak sopan pulang malam-malam”. Padahal pada
saat itu aku sedang ingin-inginnya bisa bermain bersama teman-teman sebayaku
menghabiskan malam hingga larut, dan mencoba dunia-dunia baru yang masih sangat
membuatku penasaran.
Ayah,
masih ingatkah engaku juga bagaimana dulu saat aku melanggar jam pulang malam
darimu, engaku masih sedia munungguku di ruang tamu, untuk menunggu putri
kecilmu ini dengan tatapan khawatir dan marah. Dan saat ini baru baru sadar
bagaimana lelah dan khawatirnya engkau saat itu, saat putri kecilmu pergi tanpa
pengawasanmu dan tidak tau apa yang sedang terjadi di luar sana, namun engkau
tetap setia menunggu putri kecilmu pulang hingga larut padahal esoknya masih
banyak pekerjaan yang sedang menunggumu di kantor.
Ayah,
masih ingatkah kamu setiap aku berdekatan dengan teman laki-lakiku engkau
selalu melihatnya secara teliti seolah dia adalah perusak untuk putri kecilmu
ini, lalu engkau akan memberikan banyak pertanyaan padanya untuk memastikan
bagaimana gambaran singkat dia dimatamya, lalu setelah engaku sedikit yakinm
engkau akan membiarkan aku pergi dengannya dengan tatapan yang aku tidak bisa
mendefinisikannya.
Ayah,
lalu masih ingatkah engkau juga saat aku memutuskan untuk melanjutkan tinkat
pendidikanku di kota lain, aku bisa melihat engaku sebenarnya berat untuk
melepaskan putri kecilmu ini sendirian di kota orang. Aku bisa merasakan
pelukan kaku darimu saat melepaskan aku pergi. Namun saat itu enggaku tidak
sama sekali menunjukan air matamu, engkau memang memelukku kaku namun setelah
itu engkau menepuk pundakku dan berkata “buat suatu kebanggan untuk keluargamu,
nak”
Lalu,
setelah aku berada jauh darimu ibu tidak pernah absen untuk menelpon menanyakan
keadaanku, bahkan beliau berkata kadang engkau yang mengingatkannya untuk
menelpon menanyakan kabarku. Saat itu aku baru sadar dibalik kecuekanmu engkau
sebenarnya menyimpan perhatian yang amat mendalam terhadap anakmu. Bahkan engaku
selalu bertanya padaku “apakah disana ada yang mampu menjagamu, seperti ayah
menjagamu?”
Ayah,
sampai saat ini belum ada yang mampu menggeser posisimu. Engaku yang selama ini
mempu memberikan semangat padaku, karena engkau adalah orang selalu yakin bahwa
putri kecilmu ini mampu untuk melewati apapun. Bahkan saat putri kecilmu ini
terpuruk engkau hanya memelukku dan berkata “Ayah, yakin kalau kamu mampu
mengatasinya” dan saat aku mempu melewatinya engku adalah orang pertama yang
akan berucap bangga kepadaku dan bertepuk tangan paling keras atas hasil yang
aku raih.
Dulu,
rasanya sangat mudah untuk bisa mnghabiskan waktu bersamu, bermain atau sekedar
bercerita tentang kegiatanku sehari-hari kepadamu, namun sekarang rasanya
sangat sulit, kesibukanmu dan kesibukanku semakin padat. Ayah, aku rindu
menghabiskan waktu bersamamu. Aku rindu diperlakukan seperti anak kecil kembali
seperti beberapa puluh tahun yang lalu. Aku rindu engkau manjakan seperti
akulah satu-satunya yang paling berharga di dunia ini.
Ayah,
jika nanti ada seorang laki-laki yang memintaku untuk menjadi istrinya, apakah
aku mampu untuk berpisah denganmu, dan apakah engkau juga rela melepaskan aku? Karena
pada saat itu artinya tugasmu telah selesai untuk menjagaku. Ayah aku belum
siap jika itu terjadi. Karena bagiku engkaulah yang selamanya mampu menjagaku.
Namun pasti dalam hatimu juga enggan melepaskan aku, tapi disisi lain engkau
pasti akan berdoa dan berkata dalam dirimu sendiri bahwa sekarang putri kecilmu
sudah dewasa dan sudah ada laki-laki yang setidaknya mampu menjaga putri
kecilmu karena engkau pasti sudah tidak lagi mampu untuk menjaga putri kecilmu
tersebut.
Ahhh ayah,
melalui surat ini aku ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk
semua yang telah engaku berikan, terima kasih engkau telah mengajariku banyak
hal sehingga putri kecilmu ini mampu bertahan, terima kasih untuk semua tetes
keringat yang telah engaku berikan kepadaku. Terima kasih untuk semua hal yang
terindah yang pernah engkau berikan kepadaku.
Ayah,
rasanya aku tidak mampu lagi untuk berucap dalam sebuah goresan pena diatas
kertas ini, karena engkau adalah segalanya bagiku, engkau adalah super hero
bagi putrimu, engkau juga guru dalam mengajarkan banyak hal, engaku juga teman
bercerita, dan engkaulah laki-laki yang memberikan cinta tulusmu untuk putrimu.
Ayah,
mungkin tulisan jelek ini tidak sebanding dengan semua yang telah engkau
berikan, tidak ayah aku tidak ingin memujimu, aku hanya sedang mengingat semua
kenangan kita terdahulu, saat aku masih kecil. Ayah mungkin sekian surat dari
putri kecilmu ini, semoga engkau berkenan untuk membacanya.
Dari,
No comments:
Post a Comment