Aku kembali melangkahkan kakiku ke sebuah kedai kopi
langgananku, kedai kopi yang baru terhitung beberapa bulan melakukan grand
opening di kotaku, kota yang orang sering sebut sebagai kota pelajar. Kedai
kopi ini berada dekat sekali dengan tugu jogja. Beberapa biji kopi menjadi
tatanan interior didalamnya yang diletakkan dalam kotak-kotak kayu beserta
namanya untuk membantu pelanggan mengetahui biji kopi apa saja itu.
Sapaan ramah dari pelayan disana langsung menyambutku
perlahan, tempat yang aku pilih adalah sebuah tempat duduk disamping meja
pembuatan kopi dekat dengan mesin kasir karena kedai ini termasuk kedalam
ukuran kecil.
“hello mas, mau pesan
apa lagi hari ini?” ucap pelayan perempuan yang ada di tempat tersebut.
“mau nyoba pesen yang
lain deh mas, kalo coffee teory itu apa ya?”
“ohh jadi kalau coffee
teory itu perpaduan kopi arabica dengan kayu manis dan sedikit cengkeh. Jadi
ada wangi khas rempah-rempah”
“yaudah itu boleh deh
di coba mbak” ucapku untuk memesan.
Aku mengedarkan
pandanganku kesepanjang ruangan ini, mataku mencari mas Ardi, sang pemilik
kedai kopi ini.
“ngolei sopo to Lev”
ujar seseorang yang mendadak muncul dari dalam ruangan lain di tempat tersebut.
“wehh mas Ardi, sehat
mas?”
“Levie Levie, sehat ko.
Gimana udah selesai nyobain semua kopiku?” Tanya mas Ardi kepadaku.
“halah belum mas, aku
juga lagi kepikiran nih mau buka usaha cafe gitu, tapi susah ga ya?”
“ya kalau mau buka
usaha kudu diliat dulu tempatnya, trus gimana respon pasar, kalo mau ya kita
uji coba dulu beberapa bulan. Kalau berhasil dan respon masyarakatnya baik sih
ya lanjutkan aja”
Aku memikirkan ucapan
mas Ardi barusan, pekerjaanku sebagai freelance di bidang fotografer membuatku
ingin membuka sampingan membuat sebuah cafe sederhana, tempat nongrong
anak-anak muda menghabiskan waktunya dengan tema waktu dan sebagai lahanku
untuk memeajang hasil jepretan dari setiap kejadiaan yang aku bekukan dalam
sebuah gambar.
Tak berapa lama kopi pesanananku telah sampai di
hadapanku, beberapa pengunjung lain juga terlihat memasuki tempat tersebut. Aku
memilih mengabadikan kegiatan dan beberapa sudut di tempat ini dengan kamera
SLRku, mencoba mencari sudut terbaik diantara yang baik.
“selamat malam mbak,
mau pesan apa? Atau ada yang bisa saya bantu?”
“hmm iyaa saya mau
tanya disini kopi yang paling best seller apa ya?”
“ohh disini kalau yang
paling sering di beli itu, coffee teory, latte, dan italiano”
“ohh kalau......”
Aku mendengarkan
menolehkan kepala kepada suara yang tepat di sampingku, aku tidak lagi
mendengarkan pembicaraan mereka. Seorang wanita dengan dengan wajah khas wanita
jawa menggenakan sebuah kaos coklat yang sederhana namun mampu membuat auranya
terpancar sedang bersama teman wanitanya yang aku memperkirakan seumuran dengan
wanita yang berpakaian coklat tersebut.
Entah karena dia merasa di perhatikan atau bagaimana, wanita itu menoleh ke arahkan dan
memberikan sebuah senyuman. Ahh senyuman itu senyuman yang mampu membuatku
membeku sepersekian detik karenanya. Aku hanya mampu melihatnya dan kembali
dengan pembicaraanku dengan mas Ardi.
“Kamu tau ga mbak, masa
tadikan aku mau nyobain tester coklat rasa kopi tapi malah dikasih coklat rasa
rempah. Ya aku mabuk no. Edan emang mas-mas seng wau.” Ucap wanita dengan baju
coklat.
“lha kamu ko ya
nerima-nerima aja to, dikasih kopi rasa rempah” jawab temannya.
“lha orang warnanya
coklat semua, ya mana aku tau. Maen tak makan-makan aja to. Hahahahah”
Aku mendengarkan suara
itu, suara yang seolah mampu membuat duniaku damai, tawanya itu tawa yang
renyah namun menyenangkan. Sedari tadi aku hanya mampu sedikit mencuri-curi
pandang padanya, yang aku lihat dia sempat beberapa kali melihat sekilas
kepadaku.
“mas aku mau bayar nih,
total semuanya berapa ya?” ujar wanita tersebut.
“ini struknya mbak.
Sekalian ditulis ya nama dan nomor telponnya buat diundi”
“kalau menang hadiahnya
bisa dikirim ga?” jawab wanita tersebut sambil tertawa kecil.
“dikirim? Dikirim
kemanae mbak?”
“kirim ke Jakarta ya,
kebetulan disini saya cuma liburan”
“oalah orang Jakarta,
yo wis nanti dikirim pake opo mbak? Tiki, jne, apa merpati?
“hahahha masnya bisa
aja, ini udah ditulis” jawabnya sambil menyerahkan struk pembeliannya.
“oke makasih mbak”
Sampai pada akhirnya wanita itu pulang, dan membayar
semua tagihannya. Dia tadi berdiri sangat dekat dengan tempatku duduk, namun
aku hanya mampu diam, dan memperhatikannya.
“halah, kowe ki, kalau
seneng itu mbok ya di deketin to Lev” ucap mas Ardi yang mungkin secak tadi
memperhatikan tingkahku.
“isin e mas, malu mau
ditaro mana mukaku” ucapku mengelak.
“mas Levie, mau nomor
sama namane ga?” celetuk seorang pelayan laki-laki yang sedang berada di
belakang mesin kasir.
“halah koyo kamu tau
aja mas”
“lho Lev, kamu lupa
sekarangkan tempatku lagi ada promo buat menangin tiket nonton di XXI. Nah itu
carane cuma ngisi struk pembayaran sama nama dan nomor hp” ucap mas Ardi
memberitahu kepadaku.
“nih mas aku punya lho”
ucap pelayan laki-laki itu sambil memperlihatkan struk pembayarannya padaku.
“mau ga? Hahaha”
Aku hanya tersenyum
tanpa melakukan apapun, setengah hatiku ingin mengenalnya, namun setengahnya
lagi terasa enggan untuk mengenalnya. Namun sepertinya mas Ardi terlihat gemas
dengan tingkahku, hingga akhirnya struk itu dia letakkan di depanku diseblah
kopiku yang baru aku minum setengah. Dan dia kembali menyapa pengunjung yang
lain untuk mendekatkan diri kepada para pelanggannya.
Tanganku tergerak untuk mengambil gulungan kertas
tersebut, namun kemudia ku urungkan lagi. terus seperti itu berulang ingin
mengambil tapi tidak jadi, hingga akhirnya ku ambil juga kertas tersebut. Aku
membuka perlahan gulungan tersebut. Beberapa deret nomor langsung terlihat
begitu aku membuka gulungannya, lalu sederet huruf bertuliskan Citra
Pramodiana.
***
Citra termenung di dalam kamar tidurnya, dirinya masih
memikirkan laki-laki yang tadi dia temui di kedai kopi tadi. Pikirannya sibuk
merangkai kata seandainya, seandainya, dan seandainya. Hingga suara telpon dari
ponselnya terdengar.
“halo, ini Citra?”
“iya saya sendiri, ini
siapa?” ucapnya ragu-ragu.
“aku Levie, laki-laki
yang tadi ada di kedai kopi yang pakai jaket jeans”
Citra mengingat-ingat
siapa saja yang tadi dia lihat di kedai kopi tersebut. “ahh iya tau yang tadi
duduk deket meja kasir ya?” ucap Citra setelah dia berhasil mengingatnya.
ah ternyata dia memperhatikan orang-orang di sekitarnya “nah iya, akhirnya kamu
inget juga. Hehehe. Maaf yaa aku telpon kamu kemaleman ya?”
“ah enggak ko biasa
aja. Aku juga belum tidur”
Ucapan basa- basi itu
masih terus berlanjut dengan beberapa obrolan ringan yang mengirinya.
Kejadian tidak terduga
yang semesta ciptakan baru saja di mulai.
***
Hari ini kota sedang di guyur hujan yang cukup deras.
Debu yang biasa berterbangan kini sirna di guyur hujan. Aku kembali berada di
tempat sederhana dengan menu utamanya adalah kopi. Kembali di tempat dimana aku
bertemu dengan seseorang yang mengusik hidupku perlahan.
“Selamat sore, silahkan
masuk mba” ucapan barista yang kebetulan sedang membuka pintu menyadarkan aku
sejenak. Gadis yang sejak tadi ku tunggu kini sudah tepat berada di hadapanku.
Wajahnya yang teduh membuatku ingin berlama-lama memandangnya,
bibirnya yang tak berhenti untuk memberikan senyum bagi semua orang yang
bertemu dengannya.
“kamu udah lama nunggu
ya?” Ucapnya dengan nada bersalah sambil menarik kursi yang ada di hadapanku.
“ah enggak ko biasa
aja, bagi aku menunggu itu menyenangkan”
“apa? Kamu ga salah
ngomong?” ucapnya sambil keningnya berkenyit menandakan dia bingung dengan
kalimatku barusan.
“iya menunggu itu
menyenangkan”
“kenapa kamu bilang
menunggu menyenangkan?” uucapnya lagi sambil melihatku dengan tatapan polosnya.
“karena saat kita
menunggu kita bisa melakukan hal lain selagi kita menunggu tersebut, menunggu
tidak akan menjadi sia-sia kalau kita bisa membaca kesempatan yang ada.
Contohnya sekarang. Aku mau bawa kamu ke suatu tempat tapi karena hujan kita
harus menunggu.”
“iya.. trus?”
“dan karena kita harus
menunggu berarti aku punya waktu lebih lama kan buat ngobrol sama kamu. So
menunggu itu menyengkan asal kita bisa melihat dari posisi mana kita
menempatkan menunggu itu sendiri”
“semudah itu?? Kayanya bakalan
lain ceritanya kalau kamu ga pernah tau apa yang kamu tunggu bakalan dateng apa
enggak, misalnya kaya tadi aku bisa aja ga dateng kesini atau aku bisa aja
pergi ngilang ga ada kabar”
“kalaupun yang di
tunggu ga pernah dateng setidaknya kita udah melihat kesempatan dan ga
ngilangin kesempatan itu. Jadi aku ga pernah rugi”
Aku masih memandangnya,
mulutku rasanya ingin mengatakan bahwa aku jatuh cinta padanya. Jatuh pada
matanya yang teduh, jatuh pada senyumnya dan tawanya yang menyenangkan. Bodoh
rasanya bisa jatuh cinta dengan waktu yang sangat singkat.
Kami sama-sama terdiam dalam pikiran kami masing-masing. Sama-sama
mencari topik obrolan apa yang bisa kami bicarakan di sini.
“kamu itu asli jogja?”
ucapku basa basi membuka obrolan kembali dengannya di antara bau kopi yang
menyebar di ruangan ini.
“ohh iya tapi aku ga
tinggal disini?” ucapnya sambil membetulkan ikatan rambutnya.
“kalo gitu jarang-jarang
dong main ke jogja?”
“hmmm minimal dua kali
setahun aku pasti kejogja ko”
“yah lamanya aku keburu
kangen” ucapku sambil menggodanya
“maksudnya???” ucapnya
sambil sedikit tersipu
“iyaaa nanti aku ga
bisa sering ngeliat kamu” ucapku langsung, tanpa banyak basa-basi lagi.
“yaa kamu ke Jakarta
aja, kan nanti bisa ketemu aku”
“beneran? Nanti ga
diajak main lagi sama kamu?” ucapku sepertinya dia cepat akrab dengan orang dan
welcomeku.
“diajak ko, nanti aku
ajak pacar aku ya biar kita bisa jalan-jalan hehehe”ucapnya polos sambil
terkekeh.
“kamu punya pacar?” tanyaku
langsung
“punya”
Satu kata yang baru saja dia keluarkan bagaikan sebuah hukuman mati bagiku, ibarat orang yang akan di pancung, pedangnya sudah menembus leherku dan memisahkan anatara badan dan kepalaku. aku bukanlah tipe orang yang suka mengganggu hubungan orang. Akhhhh kadang semesta
ini lucu. Aku di pertemukan dengan orang yang sudah memiliki kekasih dan
rasanya tidak etis jika aku harus merebut kebahagian dari kebahagiaan orang
lain. Mungkin aku di pertemukan dengannya hanya untuk mengaguminya bukan untuk
mengenalnya lebih jauh. Ahh semesta aku sudah terlanjur jatuh, jatuh hati
dengannya. Namun sepertinya jatuhku belum tepat karena dia tidak sendiri. Melainkan
sudah ada yang memiliki.
No comments:
Post a Comment