Thursday, June 4, 2015

Pertemuan di Kedai Kopi




            Aku kembali melangkahkan kakiku ke sebuah kedai kopi langgananku, kedai kopi yang baru terhitung beberapa bulan melakukan grand opening di kotaku, kota yang orang sering sebut sebagai kota pelajar. Kedai kopi ini berada dekat sekali dengan tugu jogja. Beberapa biji kopi menjadi tatanan interior didalamnya yang diletakkan dalam kotak-kotak kayu beserta namanya untuk membantu pelanggan mengetahui biji kopi apa saja itu.


            Sapaan ramah dari pelayan disana langsung menyambutku perlahan, tempat yang aku pilih adalah sebuah tempat duduk disamping meja pembuatan kopi dekat dengan mesin kasir karena kedai ini termasuk kedalam ukuran kecil.

“hello mas, mau pesan apa lagi hari ini?” ucap pelayan perempuan yang ada di tempat tersebut.

“mau nyoba pesen yang lain deh mas, kalo coffee teory itu apa ya?”

“ohh jadi kalau coffee teory itu perpaduan kopi arabica dengan kayu manis dan sedikit cengkeh. Jadi ada wangi khas rempah-rempah”

“yaudah itu boleh deh di coba mbak” ucapku untuk memesan.

Aku mengedarkan pandanganku kesepanjang ruangan ini, mataku mencari mas Ardi, sang pemilik kedai kopi ini.

“ngolei sopo to Lev” ujar seseorang yang mendadak muncul dari dalam ruangan lain di tempat tersebut.

“wehh mas Ardi, sehat mas?”

“Levie Levie, sehat ko. Gimana udah selesai nyobain semua kopiku?” Tanya mas Ardi kepadaku.

“halah belum mas, aku juga lagi kepikiran nih mau buka usaha cafe gitu, tapi susah ga ya?”

“ya kalau mau buka usaha kudu diliat dulu tempatnya, trus gimana respon pasar, kalo mau ya kita uji coba dulu beberapa bulan. Kalau berhasil dan respon masyarakatnya baik sih ya lanjutkan aja”

        Aku memikirkan ucapan mas Ardi barusan, pekerjaanku sebagai freelance di bidang fotografer membuatku ingin membuka sampingan membuat sebuah cafe sederhana, tempat nongrong anak-anak muda menghabiskan waktunya dengan tema waktu dan sebagai lahanku untuk memeajang hasil jepretan dari setiap kejadiaan yang aku bekukan dalam sebuah gambar.
         
   Tak berapa lama kopi pesanananku telah sampai di hadapanku, beberapa pengunjung lain juga terlihat memasuki tempat tersebut. Aku memilih mengabadikan kegiatan dan beberapa sudut di tempat ini dengan kamera SLRku, mencoba mencari sudut terbaik diantara yang baik.

“selamat malam mbak, mau pesan apa? Atau ada yang bisa saya bantu?”

“hmm iyaa saya mau tanya disini kopi yang paling best seller apa ya?”

“ohh disini kalau yang paling sering di beli itu, coffee teory, latte, dan italiano”

“ohh kalau......”

Aku mendengarkan menolehkan kepala kepada suara yang tepat di sampingku, aku tidak lagi mendengarkan pembicaraan mereka. Seorang wanita dengan dengan wajah khas wanita jawa menggenakan sebuah kaos coklat yang sederhana namun mampu membuat auranya terpancar sedang bersama teman wanitanya yang aku memperkirakan seumuran dengan wanita yang berpakaian coklat tersebut.

            Entah karena dia merasa di perhatikan atau  bagaimana, wanita itu menoleh ke arahkan dan memberikan sebuah senyuman. Ahh senyuman itu senyuman yang mampu membuatku membeku sepersekian detik karenanya. Aku hanya mampu melihatnya dan kembali dengan pembicaraanku dengan mas Ardi.

“Kamu tau ga mbak, masa tadikan aku mau nyobain tester coklat rasa kopi tapi malah dikasih coklat rasa rempah. Ya aku mabuk no. Edan emang mas-mas seng wau.” Ucap wanita dengan baju coklat.

“lha kamu ko ya nerima-nerima aja to, dikasih kopi rasa rempah” jawab temannya.

“lha orang warnanya coklat semua, ya mana aku tau. Maen tak makan-makan aja to. Hahahahah”

Aku mendengarkan suara itu, suara yang seolah mampu membuat duniaku damai, tawanya itu tawa yang renyah namun menyenangkan. Sedari tadi aku hanya mampu sedikit mencuri-curi pandang padanya, yang aku lihat dia sempat beberapa kali melihat sekilas kepadaku.

“mas aku mau bayar nih, total semuanya berapa ya?” ujar wanita tersebut.

“ini struknya mbak. Sekalian ditulis ya nama dan nomor telponnya buat diundi”

“kalau menang hadiahnya bisa dikirim ga?” jawab wanita tersebut sambil tertawa kecil.

“dikirim? Dikirim kemanae mbak?”

“kirim ke Jakarta ya, kebetulan disini saya cuma liburan”

“oalah orang Jakarta, yo wis nanti dikirim pake opo mbak? Tiki, jne, apa merpati?

“hahahha masnya bisa aja, ini udah ditulis” jawabnya sambil menyerahkan struk pembeliannya.

“oke makasih mbak”

            Sampai pada akhirnya wanita itu pulang, dan membayar semua tagihannya. Dia tadi berdiri sangat dekat dengan tempatku duduk, namun aku hanya mampu diam, dan memperhatikannya.

“halah, kowe ki, kalau seneng itu mbok ya di deketin to Lev” ucap mas Ardi yang mungkin secak tadi memperhatikan tingkahku.

“isin e mas, malu mau ditaro mana mukaku” ucapku mengelak.

“mas Levie, mau nomor sama namane ga?” celetuk seorang pelayan laki-laki yang sedang berada di belakang mesin kasir.

“halah koyo kamu tau aja mas”

“lho Lev, kamu lupa sekarangkan tempatku lagi ada promo buat menangin tiket nonton di XXI. Nah itu carane cuma ngisi struk pembayaran sama nama dan nomor hp” ucap mas Ardi memberitahu kepadaku.

“nih mas aku punya lho” ucap pelayan laki-laki itu sambil memperlihatkan struk pembayarannya padaku. “mau ga? Hahaha”

Aku hanya tersenyum tanpa melakukan apapun, setengah hatiku ingin mengenalnya, namun setengahnya lagi terasa enggan untuk mengenalnya. Namun sepertinya mas Ardi terlihat gemas dengan tingkahku, hingga akhirnya struk itu dia letakkan di depanku diseblah kopiku yang baru aku minum setengah. Dan dia kembali menyapa pengunjung yang lain untuk mendekatkan diri kepada para pelanggannya.

            Tanganku tergerak untuk mengambil gulungan kertas tersebut, namun kemudia ku urungkan lagi. terus seperti itu berulang ingin mengambil tapi tidak jadi, hingga akhirnya ku ambil juga kertas tersebut. Aku membuka perlahan gulungan tersebut. Beberapa deret nomor langsung terlihat begitu aku membuka gulungannya, lalu sederet huruf bertuliskan Citra Pramodiana.

***

            Citra termenung di dalam kamar tidurnya, dirinya masih memikirkan laki-laki yang tadi dia temui di kedai kopi tadi. Pikirannya sibuk merangkai kata seandainya, seandainya, dan seandainya. Hingga suara telpon dari ponselnya terdengar.

“halo, ini Citra?”

“iya saya sendiri, ini siapa?” ucapnya ragu-ragu.

“aku Levie, laki-laki yang tadi ada di kedai kopi yang pakai jaket jeans”

Citra mengingat-ingat siapa saja yang tadi dia lihat di kedai kopi tersebut. “ahh iya tau yang tadi duduk deket meja kasir ya?” ucap Citra setelah dia berhasil mengingatnya.

ah ternyata dia memperhatikan orang-orang di sekitarnya “nah iya, akhirnya kamu inget juga. Hehehe. Maaf yaa aku telpon kamu kemaleman ya?”

“ah enggak ko biasa aja. Aku juga belum tidur”

Ucapan basa- basi itu masih terus berlanjut dengan beberapa obrolan ringan yang mengirinya.
Kejadian tidak terduga yang semesta ciptakan baru saja di mulai.

***

            Hari ini kota sedang di guyur hujan yang cukup deras. Debu yang biasa berterbangan kini sirna di guyur hujan. Aku kembali berada di tempat sederhana dengan menu utamanya adalah kopi. Kembali di tempat dimana aku bertemu dengan seseorang yang mengusik hidupku perlahan.

“Selamat sore, silahkan masuk mba” ucapan barista yang kebetulan sedang membuka pintu menyadarkan aku sejenak. Gadis yang sejak tadi ku tunggu kini sudah tepat berada di hadapanku.

            Wajahnya yang teduh membuatku ingin berlama-lama memandangnya, bibirnya yang tak berhenti untuk memberikan senyum bagi semua orang yang bertemu dengannya.

“kamu udah lama nunggu ya?” Ucapnya dengan nada bersalah sambil menarik kursi yang ada di hadapanku.

“ah enggak ko biasa aja, bagi aku menunggu itu menyenangkan”

“apa? Kamu ga salah ngomong?” ucapnya sambil keningnya berkenyit menandakan dia bingung dengan kalimatku barusan.

“iya menunggu itu menyenangkan”

“kenapa kamu bilang menunggu menyenangkan?” uucapnya lagi sambil melihatku dengan tatapan polosnya.

“karena saat kita menunggu kita bisa melakukan hal lain selagi kita menunggu tersebut, menunggu tidak akan menjadi sia-sia kalau kita bisa membaca kesempatan yang ada. Contohnya sekarang. Aku mau bawa kamu ke suatu tempat tapi karena hujan kita harus menunggu.”

“iya.. trus?”

“dan karena kita harus menunggu berarti aku punya waktu lebih lama kan buat ngobrol sama kamu. So menunggu itu menyengkan asal kita bisa melihat dari posisi mana kita menempatkan menunggu itu sendiri”

“semudah itu?? Kayanya bakalan lain ceritanya kalau kamu ga pernah tau apa yang kamu tunggu bakalan dateng apa enggak, misalnya kaya tadi aku bisa aja ga dateng kesini atau aku bisa aja pergi ngilang ga ada kabar”

“kalaupun yang di tunggu ga pernah dateng setidaknya kita udah melihat kesempatan dan ga ngilangin kesempatan itu. Jadi aku ga pernah rugi”

Aku masih memandangnya, mulutku rasanya ingin mengatakan bahwa aku jatuh cinta padanya. Jatuh pada matanya yang teduh, jatuh pada senyumnya dan tawanya yang menyenangkan. Bodoh rasanya bisa jatuh cinta dengan waktu yang sangat singkat.

            Kami sama-sama terdiam dalam pikiran kami masing-masing. Sama-sama mencari topik obrolan apa yang bisa kami bicarakan di sini.

“kamu itu asli jogja?” ucapku basa basi membuka obrolan kembali dengannya di antara bau kopi yang menyebar di ruangan ini.

“ohh iya tapi aku ga tinggal disini?” ucapnya sambil membetulkan ikatan rambutnya.

“kalo gitu jarang-jarang dong main ke jogja?”

“hmmm minimal dua kali setahun aku pasti kejogja ko”

“yah lamanya aku keburu kangen” ucapku sambil menggodanya

“maksudnya???” ucapnya sambil sedikit tersipu

“iyaaa nanti aku ga bisa sering ngeliat kamu” ucapku langsung, tanpa banyak basa-basi lagi.

“yaa kamu ke Jakarta aja, kan nanti bisa ketemu aku”

“beneran? Nanti ga diajak main lagi sama kamu?” ucapku sepertinya dia cepat akrab dengan orang dan welcomeku.

“diajak ko, nanti aku ajak pacar aku ya biar kita bisa jalan-jalan hehehe”ucapnya polos sambil terkekeh.

“kamu punya pacar?” tanyaku langsung

“punya”

      Satu kata yang baru saja dia keluarkan bagaikan sebuah hukuman mati bagiku, ibarat orang yang akan di pancung, pedangnya sudah menembus leherku dan memisahkan anatara badan dan kepalaku. aku bukanlah tipe orang yang suka mengganggu hubungan orang. Akhhhh kadang semesta ini lucu. Aku di pertemukan dengan orang yang sudah memiliki kekasih dan rasanya tidak etis jika aku harus merebut kebahagian dari kebahagiaan orang lain. Mungkin aku di pertemukan dengannya hanya untuk mengaguminya bukan untuk mengenalnya lebih jauh. Ahh semesta aku sudah terlanjur jatuh, jatuh hati dengannya. Namun sepertinya jatuhku belum tepat karena dia tidak sendiri. Melainkan sudah ada yang memiliki.

No comments:

Post a Comment