Reina
menengokkan kepalanya ke arah suara yang menyapanya “eh elo Dan, ini lagi
nungguin hujan. Males gua kalo harus balik hujan-hujanan” jawabnya sambil
sedikit terkekeh menyembunyikan perasaannya yang senang.
“oh yaudah sini
gua temenin, kasian kaya jomblo”
“ehh sialan! Gua
ga sehina itu kali udah lu sana deh, samanya kaya Andre bisanya ngeledekin
doang” jawab Reina sambil bersungut-sungut
“hahahaha
bercanda Rei. Serius-serius amat sih jadi orang. Tar muka lu tua baru tau rasa
deh”
***
“Dre lu tau kan,
sebelumnya gua deket sama orang pas gua cerita sama salah satu temen gua, ga
lama dia tau-tau ngilang gitu aja. Gua capek deket sama banyak cowok tapi ujung-ujungnya
ga pernah jadi. Gua capek terus-terusan di cap jelek sama temen-temen kelas”
“Rei, ini gua! ga
mungkin juga gua bawel emang mulut gua kaya cewek apa?”
“gua deket sama
temen lu, sorry”
“cieee tukan
sama Wildan, iyalah good looking ya Rei”
“Dre, gua ga
butuh itu. Sorry kalo selama ini gua nutupin dari lu, gua cuma takut gua yang
terlalu ngarep sama dia. Gua yang salah ngartiin semua kebaikannya. Dan gua
yang nanti pada akhirnya cuma jatuh cinta sendirian”
***
Sesuatu
yang akan membawamu pergi jauh, nantinya juga akan menjadi sesuatu yang
membuatmu kembali lagi. Jika diibaratkan mungkin hal itu seperti pedang bermata
dua. Satu akan membuat mu pergi dan yang satu lagi membuatmu kembali, hal itu
bernama kenangan dan luka.
Reina buru-buru menggelengkan kepalanya
berharap ingatan yang baru saja menyeruak di otaknya cepat-cepat menghilang. Kenangan
yang membuatnya terpaksa mengingat kembali, namun luka membuatnya harus pergi
jauh sebelum kembali tersakiti. Bunyi hujan di luar sana sepertinya cukup
sukses membuat otaknya kembali memutar semua memori yang sebelumnya sudah dia
simpan erat dalam otaknya.
Kejadian itu rasanya baru kemarin
terjadi, pertemuan pertama mereka berdua, di tempat yang sama, disaat hujan
juga, dan sekarang, rasanya hal itu sudah seperti mimpi yang baru saja terjadi.
Dimana pemiliknya baru saja terbangun dari tidurnya.
“Rei,
udah lumutan belum?”
Sesosok
pria dengan kemeja flanel biru menghampiri meja Reina, beberapa peluh tergambar
jelas dari wajahnya namun sebisa mungkin dia sembunyikan dengan senyum dan
tawanya.
“udah,
sampe baterai hp gua dari kosong penuh kosong lagi nih sekarang” ucap Reina
sambil memperlihatkan wajah betenya, bete karena proses menunggunya membuatnya
harus kembali mengingat hal yang ingin dia lupakan.
“lebai
kan lu mah, gua kan cuma telat hmm” ujar Andre santai sambil melihat jam yang
melingkar di pergelangan tangan kirinya “cuma telat satu setengah jam ko, ga
lama kan??”
“Andreee
lu tuh yaaa, satu setengah jam dibilang cuma, kalo ibarat gua lagi kuliah dapet
kayanya dua sks” Reina mulai menunjukkan sikap kesalnya kepada Andre
“Santai
Rei, santai kalem yaaa” ucap Andre menenangkan sambil dia pun duduk di depan
Reina. “lu kenapa deh? PMS ya?”
“Dre,
gua mendadak kangen Wildan” kata itu terlontar begitu saja dari bibir Reina “lu
tahu Dre, dulu di tempat ini pertama kalinya gua ngobrol berdua sama Wildan,
nungguin hujan berdua, nemenin gua yang ga bisa balik karena hujan dan gua
masih pengen ngopi sambil ngeliatin danau, dan nungguin lu tadi membuat kenangan
itu balik lagi di otak gua” ucap Reina pasrah.
Semenjak
dia pergi terakhir dengan Wildan dan dia mengetahui bahwa Wildan masih belum
bisa sepenuhnya melupakannya mantannya. Reina lebih memilih untuk melepaskan
Wildan mencoba melupakan bahwa Wildan mungkin tidak terjangkau olehnya. Dan Reina
sudah menceritakan keseluruhannya pada Andre. Baginya saat ini hanya Andre yang
bisa mengerti dunianya.
“kalau
lu kangen hubungin aja Wildannya Rei, apa perlu dia gua suruh kesini? Mumpun orangnya
lagi dikampus juga nih” ujar Andre perlahan.
“ga
usahlah Dre, gua belum siap ketemu dia lagi” ucap Reina sambil menyenderkan
tubuhnya pada sofa, matanya hanya bisa memandang kosong pemandangan danau dari
jendela di sebelahnya.
Andre
memilih diam dan membiarkan Reina dengan lamunannya. Rasanya menyakitkan
melihat orang yang paling dia sayang, orang yang mati-matian dia jaga
kebahagiannya harus terluka dengan sahabatnya sendiri.
Masih
hangat di dalam ingat Andre, saat Reina tiba-tiba bercerita dengan lugas
bagaimana dia bisa jatuh cinta pada sosok Wildan, bagaimana bahagianya dia saat
dia bisa pergi berdua dengan Wildan, dan yang paling dia ingat bagaimana saat
Reina harus menangis karena dia tau bahwa Wildan masih sangat menyayangi
mantannya, masih ingat wajah Reina yang seolah harus menerima kenyataan, menelan bulat-bulat bahwa
Wildan tidak akan pernah dia dapatkan.
Andre masih memandangi wajah
perempuan yang didepannya dengan tatapan nanar, seandainya Reina tahu bahwa ada
seseorang yang sangat menyayangi Reina dengan tulus. Seandainya Reina tau itu.
“Rei,
jangan ngambek dong. Nanti malem gua traktir ice cream deh beneran” ucap Andre
memecah keheningan yang terjadi.
“beneran?
Yakin? Ga pake bohong?” jawab Reina semangat,
“iya
beneran, yaudah sekarang kita pulang aja, bete gua diem-dieman kaya lagi ujian
deh”
Mencintai
diam-diam itu seperti memendam bom, karena bom itu bisa meledak kapan saja. Entah
itu meledak karena sebuah pengungkapan atau meledak karena akhirnya orang yang
kita cintai diam-diam memilih orang lain dan bukan kita, karena kita lebih
memilih menyimpannya dibanding mengungkapkan.
***
Suasana
kedai ice cream yang terletak tidak jauh dari kampus mereka lumayan sepi pada
hari ini, membuat Reina maupun Andre lebih bisa menikmati suasana tahun 90an
yang dicoba dibangkitkan di kedai ini.
“Rei,
gua mau nanya deh, boleh ga?”
“apa?”
ucap Reina masih asik dengan ice cream yang berada di depannya
“sikap
lu kalau ada yang suka sama lu gimana sih?”
“ya
biasa aja, bilang makasih udah suka sama gua”
Andre
menimbang-nimbang apakah dia harus mengungkapkannya sekarang, rasanya kalimat
itu sudah ada di pangkal tenggorokannya, meletup-letup seolah memaksa mulutnya
untuk mengucapkan kalimat yang selama ini sudah dia pendam. Mendobrak sekat
yang mengalanginya, dan membeberkan apa yang seharusnya Reina tau, bahwa di
dekatnya, bahkan sekarang didepannya ada orang yang benar-benar menyayanginya
tanpa alasan apapun.
“Rei,
kalau gua suka sama lu gimana?” ucap Andre cepat
Reina
menatap Andre dengan tatapan yang tidak bisa di tebak Andre sebelumnya, namun
tangan dan mulutnya masih sibuk dengan ice creamnya. “halah, bercanda lu ga
lucu asli”
“gua
ga bercanda Rei, gua suka sama lu dari pertama kali kita ketemu, bahkan saat
pertama kali gua ngeliat lu, waktu lu lagi nyari kelas dan kita ga sengaja
papasan di lorong”
Reina
mengamati Andre dengan seksama, dia bisa melihat tidak ada raut bercanda dari
sorot mata Andre.
“jangan
suka sama gua”
“kenapa
Rei? Katanya lu bakalan ngebiarin aja kalau ada orang yang suka sama lu”
“karena
rasanya ga akan sama, temenan sama orang yang bener-bener murni temenan sama
temenan karena salah satunya ada yang nyimpen rasa” ucap Reina datar sambil
meletakkan cup ice cream di meja. Pandangannya pada Andre sekarang lebih
serius.
Andre
bisa merasakan raut sedikit kecewa dari wajah Reina terhadapnya. Namun bukan
seorang laki-laki jika dia terlalu takut untuk mengatakan yang sebenarnya. Baginya
lebih baik patah hati karena ditolak dari pada patah hati karena menyesal tidak
pernah mengungkapkan. Setiap tindakan pasti memiliki resiko dan mungkin inilah
resiko yang harus dia terima.
“apa
lu ga pernah ngerasa ada sesuatu yang special diantara kita Rei?”
“gua
kira kita temenan tulus Dre, gua kira selama ini lu mau nemenin gua sampai
tengah malem, mau ngerawat gua saat gua sakit, mau nganterin gua kemana-mana,
mau dengerin cerita gua tentang cowok A-Z, tentang masalah ini itu gua kira
kita bener-bener akan jadi sahabat, ternyata lu punya maksud lain Dre” Ucap
Reina sambil menahan tangis yang ingin dia keluarkan sejak tadi.
“gua
tulus sama lu ko”
“BULLSHIT,
pantes yaa lu dulu agak ga suka gua jalan sama Wildan, bahkan lu nyuruh-nyuruh
gua ngelupai dia” Emosi Reina sudah mulai tidak bisa dikendalikan,namun dia
masih menjaga nada suaranya tidak sampai mengeras hingga didengar oleh orang
lain.
“kenapa
lu bawa-bawa Wildan? Disini gua yang suka sama lu Rei”
“Gua
masih suka Dre sama Wildan” tangan kanan Reina mencengram pinggiran meja
didepannya dengan keras mencoba menahan tangis, namun dinding pertahanannya
terlalu lemah untuk bertahan tangis itu harus keluar dari matanya “ga gampang
buat ngelupain dia Dre”
“apa
sih yang lu suka dari dia, dia masih sayang Rei sama mantannya. Dan lu liat
disini ada gua Rei”
“jangan
cintai gua Dre, gua masih cinta sama sahabat lu. Bukan lu yang gua mau
buat nemenin hari-hari gua, tapi Wildan yang gua mau”
Andre
mengela nafas dengan berat, jawaban Reina cukup memukulnya dengan telak. Dia sudah
kalah dengan sahabatnya sendiri, namun dia tahu bahwa sahabatnya itu juga hanya
menganggap Reina teman.
Jika ada orang yang berkata bahwa
pria bisa berpura-pura sangat mencintaimu padahal tidak, dan wanita bisa
berpura-pura tidak mencintamu padahal sangat mencintaimu. Andre baru bisa
membenarkan kalimat itu saat ini. Reina sudah sangat sukses menyembunyikan
bahwa dia tidak mencintai Wildan lagi namun kenyataanya berputar terbalik.
“sorry
Rei, gua cuma mau ngungkapin apa yang selama ini gua rasain, gua ga minta lu buat
jadi pacar gua, gua cuma ga mau dibilang pengecut karena gua ga berani buat
mengungkapkan”
Reina
tidak menjawab apa yang Andre baru saja ungkapkan, dia memilih untuk
mengalihkan pandangannya ke taman buatan yang ada di ujung ruangan. Otaknya terlalu
penat untuk menerima semuanya.
“Dre,
gua balik ya, ga usah di anter gua bisa balik sendiri ko” ucap Reina sambil
mendadak bangkit dari duduknya, meninggalkan Andre yang seluruh tubuhnya seolah kehilangan persendian, membuatnya mendadak lumpuh tanpa bisa mencengah Reina untuk tinggal dan mendengar semua penjelasannya.
***
Reina
masih tidak percaya dengan kejadian semalam. Kakinya melangkah pelan menyusuri
jalan di hutan buatan yang berada dikampusnya. Sinar matahari yang bersinar
terik tidak begitu ia rasakan karena terhalang pohon-pohon besar yang berada di
hutan buatan tersebut. Matanya memandang kosong kedepan, beberapa orang sedang
berpacaran, mengerjalan tugas, atau sekedar duduk-duduk terlihat dari sudut
matanya. Tatapan Reina boleh kosong, namun otaknya sedari tadi tidak berhenti
bekerja, ada sesuatu yang masih menjadi beban pikirannya sampai saat ini. Bahkan
nyaris membuatnya tidak konsen selama perkuliahan tadi pagi.
Tangannya sibuk memaikan handphone
menekan-nekan apa yang ada di layar handphonenya. Reina masih tidak habis fikir
orang yang selama ini dia anggap tulus berteman dengannya ternyata memilik maksud
lain. Mungkin benar tidak akan ada pertemanan yang tulus antara dua orang yang
bersahabat lawan janis.
“Rei, mau bareng gua ga?” ucap Andre yang
mendadak sudah berada di belakangnya
“ga
usah Dre, lagian gua belum mau balik ko, masih masu ketemu dosen dulu”
“Rei,
lupain soal semalem yaa”
“Dre,
gua duluan yaa” ucap Reina sambil berjalan begitu saja meninggalkan Andre.
Jika
waktu bisa diputar dan kita bisa kembali untuk memperbaiki kesalahan terdahulu
mungkin, Andre akan memilih untuk kembali dan tidak mengungkapkan apa yang dia
rasakan hingga membuatnya lebih memilih jatuh cinta diam-diam. Namun tidak ada
penyesalan yang terletak didepan. Jika penyesalan berada didepan mungkin tidak
akan pernah ada kata “dosa” di dunia ini, karena semua tindakan bisa kita
ketahui bagaimana akibatnya untuk kedepannya. Selain itu manusia tidak akan pernah
menghargai sebuah pengalaman.
Andre tidak mengejar Reina, dia
lebih memilih untuk memperhatikan Reina dari jauh hingga punggung itu akhirnya
menghilang dari pandangannya. Rasanya terlampau jauh untuk untuk bermimpi bisa
mendapatkan Reina.
“weh
kampret, ngapain lu?” ucap seseorang yang mendadak memukul pundaknya dengan
keras.
Andre
mengenali suara itu, sangat mengenalinya “eh Dan, gapapa lagi pengen ngadem di
hutan”
“ga
yakin gua, lu lagi pengen ngadem di hutan. Lagi ada masalah lu ya? Cerita aja
kali ke gua” ucap Wildan sambil mengajak Andre duduk di salah satu bangku yang
di sediakan di tempat tersebut.
Seandainya
bisa Andre ingin berteriak tepat di telinga Wildan “IYA GUA PUNYA MASALAH, ORANG YANG GUA SUKA
TERNYATA CINTA MATI SAMA LU” namun hal itu hanya bisa mengema didalam hatinya
saja. Dimulutnya Andre lebih memilih berkata “gua gapapa ko tenang aja”
“yakin
lu gapapa? Yowislah kalo lu ga mau cerita. Gua ga maksa Dre. Tapi jangan pernah
jadi orang yang pengen ditanya terus. gua bukan dukun yang tiba-tiba bisa tau
masalah lu apa” ucap Wildan sambil berdiri dan merapikan bajunya “gua cabut
dulu ya bro” sambil menepuk pelan pundak Andre.
“iye, hati-hati lu”
***
Seminggu sudah berlalu sejak tragedi
dimana Andre mengungkapkan bahwa dia menyukai Reina. Dan seminggu itu pula
Reina dan Andre sama sekali tidak menjalin komunikasi. Bayangan Reina yang
menemaninya selama hampir tiga tahun sejak mereka masuk kuliah masih sangat
jelas tergambar di benak Andre, bagaimana mereka selalu menghabiskan waktu
berdua. Bahkan mereka selalu berusaha untuk sekelompok, seorganisasi, dan
apapun berdua. Bayangan Reina sudah seperti candu bagi Andre, bagai memiliki
zat adictive yang membuat kecanduan, memabukkan mengalahkan semua bir yang
pernah dia tenggak.
Seminggu ini pula hidup Andre
hancur, rasanya ada yang kurang dalam dirinya. Semakin dia berusaha melupakan Reina, semakin kuat pula otaknya menolak keras untuk melupakannya.
Andre bergerak gontai menyusuri
lorong menuju kelasnya, hidungnya sudah sangat menghafal pemilik wangi parfum
ini, dugannya benar tidak jauh darinya berdiri ada Reina sedang berdiri di
depan ruang kelasnya, matanya menatap jendela kelas dengan tatapan kesal.
“Rei,
ko ga masuk”
“eh
Dre” ucap Reina sedikit kaget dengan keberadaan Andre “ini gua telat jadi ga
boleh masuk, lu juga deh kayanya” ucapnya lagi sambil tersenyum hambar
“yaudah
cabut yuk kantin, apa mau ngopi?”
“enggak
deh, gua kenyang Dre”
“ayolah
Rei, mau sampai kapan lu ngehindarin gua terus cuma karena ga bilang suka sama
lu” ucap Andre dengan tatapan memohon pada Reina
“yaudah
iya, ayo” jawab Reina mengalah. Toh dia juga tidak tahu harus melakukan apa
jika dia tidak boleh memasuki kelas seperti ini.
***
Reina
dan Andre sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tidak ada
celotehan-celotehan lucu yang keluar dari bibir mereka. Reina sibuk berfikir
bagaimana cara membuat Andre bisa menjauh darinya terlebh dahulu. Pengalamannya
terdahulu membuatnya belajar bahwa pertemanan yang tidak didasari ketulusan
akan berujung dengan sebuah luka.
Reina dulu pernah berteman sangat
dekat dengan lawan jenis, bahkan saat Reina tahu bahwa temannya menyimpan rasa
padanya Reina masih membiarkannya, namun rupanya pilihan itu salah. Saat pertemanan
didasari olah salah satu menyimpan rasa maka pihak yang menyimpan rasa akan
bertindak egois bahwa yang bisa membuat sahabatnya bahagia hanyalah dia
seorang, tidak boleh orang lain bisa membuatnya tertawa. Dan Reina pernah
mengalami itu, setiap kali dia dekat dengan pria lain dan saat Reina sudah
merasa nyaman mendadak pria itu menghilang. Atau saat dia sedang merasa senang
dan berbunga-bunga dengan orang yang dia cintainya. Sahabatnya mendadak galau,
dan Reina tahu bahwa kegalauan dan kesedihan sahabatnya itu disebabkan oleh
dirinya.
“Dre,
lu masih suka sama gua?” tanya Reina membuka percakapan “jujur aja gapapa, gua
pengen denger kejujuran lu”
“masih
Rei, dan terus bertambah, karena lu udah punya ruang sediri di hati gua” ucap
Andre perlahan sambil mengela nafasnya “dan ruang itu ga akan ada yang bisa
ngegantiin Rei”
“lu
jatuh cinta sama orang yang salah Dre, mungkin waktunya tepat kita sama-sama ga
punya pacar. Tapi hati gua udah memilih seseorang Dre”
“dan
hati gua memilih lu”
Reina
membenamkan wajahnya di kedua telapak tangannya, dia harus bisa mengambil
keputusan yang tepat, pengalaman tidak boleh terulang dua kali.
“Dre
maaf banget gua ga bisa buat membalas perasaan lu...”
“gua
ga minta di balas Rei” ucap Andre memotong perkataan Reina
“jangan
di potong dulu, dengarkan sampai selesai. Gua ga bisa membalas perasaan lu
karena jujur sampai saat ini yang gua suka itu sahabat lu Wildan, dan gua ga
munafik kalau emang dia bisa dekat sama gua lagi, gua juga akan barusaha
membuat dia jatuh cinta sama gua. Walaupun gua tahu membuat jatuh cinta orang
yang masih masih dirinya masih tertinggal di masa lalunya adalah hal yang sulit”
“iya
gua tau Rei, kalau emang lu bahagia sama Wildan silahkan gua ga akan ngelarang”
Reina
tersenyum lembut mendengar ucapan Andre “Dre, untuk sekarang kita bersikap
biasa yaa, tolong jaga jarak sama gua sampai hati lu netral lagi, kalau lu
masih menyimpan rasa sama gua, bersikaplah biasa aja, ga perlu lagi kita
komunikasi setiap hari, ketemu aja seperlunya kalau dikampus selebihnya tata
hati lu, lu pantes dapet orang yang lebih baik dan mencintai lu, dan itu bukan
gua” ucap Reina mempertegas akhir kalimatnya
“sekarang
gua balik dulu yaa, bye” ucap Reina lagi sambil bangkit dari tempat duduknya
tidak lupa dia tersenyum dan membisikkan sesuatu di telingan Andre sebelum
pergi“jangan lupa bahagia ya, hidup lu ga berhenti di sini ko, hanya karena ga
ada gua”
Andre
tersenyum simpul mendengar kalimat yang di ucapkan Reina baru saja di
telinganya, kalimat itu terdengar menyombongkan diri sendiri, namun dia juga
membenarkan ucapan Reina. Dia harus bisa bahagia tanpa Reina, hidupnya masih
terus berjalan, waktu tidak pernah berhenti walaupun dia sedang dalam keadaan
terpuruk sekalipun, dengan atau tanpa Reina dia harus tetap menjalani hidupnya,
yang dia perlukan saat ini hanyalah mengikhlaskan.
No comments:
Post a Comment